Slide # 1

Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan 2019

Foto Bersama Keluarga Besar Prodi Pendidikan Kimia Bersama Mahasiswa Baru dan Panitia PBAK 2019 Read More

Slide # 2

Family Gathering Chemistry16

Kebersamaan Keluarga Prodi Pendidikan Kimia dengan Leting 2016 Read More

Slide # 3

Pelantikan UKM ALAC Prodi Pendidikan Kimia

Peresmian UKM Sanggar Seni Kimia (SSK) dan Chemistri Language Club (CLC) Read More

Slide # 4

Pelantikan HMP Pendidikan Kimia 2018-2019

Pembukaan dan Penutupan Pelantikan DImeriahkan oleh Sanggar Seni Kimia Read More

Slide # 5

KOMINFO SQUAD

Penanggungjawab Semua Media Pendidikan Kimia Read More

Minggu, 08 Oktober 2017

Kamu wajib tahu adat Peutron Aneuk dalam budaya Aceh
  
Adat Peutron aneuk di Aceh
          Mungkin kalian sudah tidak asing lagi dengan adat aceh yang satu ini, karena setiap daerah punya ciri khas tersendiri. Yups, adat aceh yang satu ini dalam bahasa Aceh dikenal dengan istilah peutron aneuk atau dalam bahasa nasionalnya dikenal dengan istilah turun tanah. Tapi apa kalian paham mengenai makna upacara adat yang satu ini? Chemistrier, kali ini kita akan bahas mengenai simbol dan tata cara upacara ini.

       Masyarakat Aceh sangat terkenal dengan ketaatan terhadap ajaran Islam, sehingga kehidupan masyarakat Aceh sedikit banyaknya dipengaruhi oleh ajaran-ajaran islam. Nilai-nilai yang terkandung dalam upacara Turun Tanah adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan dunia dan akhirat yang hingga kini masih dijaga keberlangsungannya.

        Upacara Turun Tanah ini dalam penyelenggaraannya terdapat perbedaan mengenai waktu pelaksanaan pada masyarakat Aceh. Ada yang melaksanakan upacara Turun Tanah pada hari ke-7 setelah masa kelahiran ada juga yang menyelenggarakan upacara Turun Tanah pada hari ke-44 (setelah kelahiran) bahkan ada juga yang melangsungkannya setelah bayi berumur lebih dari satu tahun. Upacara Turun tanah biasanya dilaksanakan bersamaan dengan upacara pemberian nama, upacara cuko oek (cukur rambut), dan tradisi hakikah.

    Upacara Turun Tanah dimulai dengan seorang tetua adat yang dihormati di masyarakat menggendong si bayi menuju tangga rumah—umumnya pada masa lalu rumah-rumah di Aceh memiliki tangga. Kini tangga itu digantikan dengan tangga yang khusus dibuat untuk keperluan upacara, tetapi ada juga yang sama sekali tidak menggunakan tangga khusus. Tetua Adat yang biasanya juga merupakan pemuka agama ini dipilih dengan harapan kelak sang anak bisa mengikuti jejak-nya.

       Anak itu kemudian diturunkan melalui anak tangga dengan diiringi doa-doa, pujian dan ayat-ayat al-Quran. Saat prosesi penurunan tersebut sang anak juga dipayungi. Kemudian sehelai kain direntangkan di atas kepala bayi, sebutir kelapa kemudian dibelah di atas kain. Kelapa yang telah dibelah akan diberikan kepada kedua belah pihak orang tuanya sebagai simbol dan juga harapan tetap terjadinya kerukunan di kedua belah pihak. Ada juga yang mengatakan bahwa tujuan pembelahan kelapa tersebut dimaksudkan agar si bayi tidak mudah takut dengan suara petir.

       Jika anak yang dituruntanahkan itu adalah anak perempuan, anggota keluarganya akan bergegas menyapu dan menampi beras. Menampi besar dan menyapu tanah merupakan simbol dari kerajinan.

       Prosesi ini menjadi harapan agar kelak si bayi perempuan itu menjadi anak yang rajin. Akan tetapi, jika yang dituruntanahkan adalah seorang bayi laki-laki, maka akan dilakukan prosesi mencangkul tanah dan mencincang batang pisang, keladi atau batang tebu.

     Secara simbolik apa yang dilakukan itu bermakna kesatriaan; sebuah harapan agar kelak anak lelaki itu menjadi seorang lelaki yang senantiasa bekerja keras dan berjiwa kesatria.

      Ketika anak sudah menapaki tanah maka anak tersebut kemudian dibawa keliling rumah. Saat anak kembali dibawa masuk ke dalam rumah, berbagai hidangan biasanya telah disipakan untuk prosesi peucicap (mencicipi).

      Acara peucicap dilakukan dengan mengoleskan berbagai macam rasa pada bibir si bayi dengan tujuan bayi tersebut dapat mengenal berbagai rasa baik itu rasa manis, asam, atau asin. Upacara turun tanah ini pun berakhir.
Peucicap
     Upacara Turun Tanah ini juga terkadang dimeriahkan dengan alunan puji-pujian kepada Nabi dan syair-syair islam yang diiringi tabuhan rebana. Berbagai tarian, juga pencak silat dan berbagai kesenian lainnya juga hadir.

    Berbagai hidangan biasanya juga telah disediakan, hingga kemeriahan dan juga kebahagiaan itu tidak hanya dirasakan oleh keluarga sang anak, tetapi juga turut dirasakan oleh tetangga maupun saudara sekampung yang telah menghadiri undangan. Setiap upacara pada masyarakat Aceh memang kerap diliputi oleh suasana kebagian dengan acara makan-makan (kenduri) yang dilangsungkan setelah acara utama selesai.

Berikut beberapa foto mengenai upacara adat Aceh:


 
 
 



(sumber : http://www.wacana.co/2015/08/upacara-turun-tanah-aceh)


0 komentar: