Perpaduan antara tradisi lokal Hindu-Buddha dengan Islam
menghasilkan suatu kebudayaan yang baru. Hasil interaksi Islam dengan
masyarakat melahirkan kebudayaan dan tradisi-tradisi yang bernapaskan Islam.
Kebudayaan dapat diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal
budi) manusia. Kebudayaan memiliki arti yang luas bukan hanya terpaku pada
bidang seni, tetapi berbagai aspek kehidupan. Kebudayaan lokal dapat diartikan
dengan kebudayaan yang bersifat lokal dan berkembang di berbagai tempat dalam
wilayah Nusantara.
Oleh karena
bersifat
lokal, kebudayaan tersebut memiliki ciri-ciri tertentu yang tidak
dimiliki oleh daerah lain. Luasnya wilayah Nusantara menyebabkan budaya lokal
yang berkembang di berbagai daerah sangat beragam.
Budaya
lokal yang ada di berbagai daerah Nusantara dalam perjalanannya akan
bersentuhan dengan unsur-unsur luar. Misalnya kebudayaan animisme, dinamisme,
Hindu, Buddha, dan Islam. Unsur dari luar tersebut memberikan warna dan sentuhan-sentuhan
pada budaya lokal. Sebagaimana kita ketahui bahwa sebelum agama Islam masuk, penduduk
Nusantara mempercayai animisme dan dinamisme. Mereka menyembah pohon-pohon
besar, roh nenek moyang, benda-benda tertentu yang dianggap keramat, dan beberapa
benda lain. Kebiasaan tersebut semakin kental dengan masuknya agama Hindu dan
Buddha ke tanah air.
Masuknya
Islam ke Nusantara menyebabkan kepercayaan animisme dan dinamisme lambat laun
memudar. Kebiasaan-kebiasaan tersebut mulai sirna dengan masuknya Islam yang
mengajarkan bahwa hanya Allah Swt. yang berhak untuk disembah. Seiring dengan
memudarnya kebiasaan-kebiasaan tersebut, Islam yang telah dipeluk oleh penduduk
berinteraksi dengan kebudayaan yang menghasilkan kebudayaan Islam. Dengan demikian,
kebudayaan Islam merupakan kebudayaan yang bernapaskan atau memuat nilai-nilai
ajaran Islam.[1]
pintu pada masjid Qudus merupakan satu contoh akulturasi Hindu-Buddha dan Islam
|
Aspek kebudayaan telah banyak terpengaruh oleh masuknya Islam ke Indonesia baik dalam bidang seni, upacara adat, bidang pemerintahan, dan kesusastraan. Aspek-aspek tersebut akan diuraikan sebagai berikut.
Masuknya agama Islam ke Indonesia
membawa banyak pengaruh dan perubahan berbagai aspek dalam sistem sosial masyarakat
Indonesia. Masuknya budaya Islam tidak menyebabkan hilangnya kebudayaan
Indonesia pro-Islam, yaitu kebudayaan prasejarah
dan Hindu-Buddha, tetapi justru memperkaya budaya Indonesia. Kebudayaan Islam
berpadu dengan kebudayaan prasejarah dan Hindu-Buddha melalui proses akulturasi.[2]
a 1. Bidang
Seni.
Sentuhan
budaya lokal dengan Islam telah melahirkan bentuk seni baru yang memiliki
kekhasan. Beberapa seni budaya lokal yang telah ada sebelum masuknya Islam
mendapat pengaruh Islam. Seni baru tersebut selain berfungsi sebagai ekspresi
keagamaan juga sebagai ekspresi budaya.
Ada banyak
seni budaya lokal yang mendapatkan banyak pengaruh dari Islam. Salah satu buktinya
adalah gamelan di Jawa yang bunyinya
berbeda dengan gamelan di Bali. Gamelan Jawa terdengar lebih pelan dan lembut. Hal
ini disebabkan oleh pengaruh Islam. Para wali yang menyebarkan Islam di Jawa
mengakomodasi budaya lokal dengan sentuhan-sentuhan Islam. Gamelan di Bali
dipergunakan sebagai iringan untuk persembahan kepada dewa sehingga irama dan alunannya terdengar
lebih cepat. Gamelan Jawa terdengar lebih lembut dan pelan sehingga
pendengarnya dapat bertafakur, berzikir, dan merenungi kekuasaan Allah Swt.
Bangunan menara pada gambar di atas merupakan perpaduan budaya antara Islam dan budaya lain. |
Bukti lain budaya lokal yang telah tersentuh oleh Islam adalah seni arsitektur. Bangunan masjid
menjadi bukti akulturasi/sinkretisme budaya lokal dengan Islam. Arsitektur
masjid agung Demak dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu dengan model bangunan
Majapahit. Model tersebut berpadu dengan bentuk rumah tradisional Jawa.
Kemiripan arsitektur masjid Demak dengan model bangunan Majapahit dapat dilihat
dari bentuk atapnya. Masjid Demak tidak memiliki kubah yang merupakan ciri
tempat ibadah umat Islam. Bentuk atapnya mengadopsi bentuk bangunan peribadatan
agama Hindu. Hal ini merupakan upaya untuk membumikan masjid sebagai pusat
penyebaran agama Islam di tengah masyarakat Hindu. Masjid Sunan Ampel di Jawa
Timur berarsitektur Jawa Kuno dengan nuansa Arab yang kental. Masjid agung Banten
memiliki atap susun lima mirip dengan pagoda di Cina. Sentuhan Islam terhadap
seni arsitektur juga dapat dilihat pada istana. Istana Pagaruyung, Istana
Sultan Deli, Istana Kesultanan Ternate, dan Keraton Yogyakarta merupakan contoh
perpaduan budaya lokal dengan Islam.
Seni rupa tidak luput dari sentuhan
Islam. Contohnya adalah seni ukir. Ukiran yang ada di keraton atau masjid
merupakan perpaduan budaya lokal dengan Islam. Ukiran yang ada di keraton atau
masjid ada yang menggabungkan
budaya lokal dengan seni
kaligrafi. Kaligrafi adalah seni menulis indah berbentuk huruf Arab. Ukiran
tersebut ada juga yang berbentuk simbol dan mengandung pesan ajaran Islam.
Sentuhan
Islam juga dapat dilihat pada seni
pertunjukan. Kalian pasti mengetahui pertunjukan wayang, bukan? Pada
pertunjukan wayang dapat ditemukan sentuhan Islam di dalamnya. Wayang pada
awalnya adalah peninggalan Hindu. Para wali memasukkan unsur-unsur Islam ke
dalamnya.
Dalam alur cerita dikenalkan dengan jimat ”Kalimasada”.
Kalimasada sesungguhnya adalah kalimat syahadat, kesaksian bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah Swt. dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya. Pertunjukan wayang
menjadi sarana penyebaran agama Islam. Seni tradisi Genjring di Banyumas dan
sekitarnya merupakan contoh lain kesenian Islam. Kesenian tradisi ini lebih
banyak berbasis di masjid. Dalam seni tradisi Islam ini, syair salawat
dilantunkan dengan diiringi rebana tanpa tarian. Kesenian ini menggunakan dasar kitab al-Barzanji. Pada
saat ini Genjring dimanfaatkan untuk mengarak khitanan.
Salawat rodat merupakan contoh lain kesenian Islam yang
berasal dari Yogyakarta. Kesenian salawat roda berkembang seiring dengan
peringatan maulid Nabi Muhammad saw. Kesenian salawat rodat menggunakan syair
yang ada dalam kitab al-Barzanji. Ciri khas kesenian ini adalah tarian
mengiringi syair yang dilagukan dengan iringan musik rebana dinyanyikan secara
bersama-sama. Tarian inilah yang disebut ”rodat”. Tarian rodat ditarikan sambil
duduk. Hampir sama dengan salawat rodat, salawat maulud merupakan tradisi pembacaan
salawat pada peringatan maulid Nabi Muhammad saw. Dalam perkembangannya,
salawat maulud menjadi kesenian yang dibacakan dalam acara khitanan, akikah,
maupun acara rutin yang diadakan oleh masyarakat. Tari Angguk merupakan jenis
tarian yang bernafaskan Islam. Tari Angguk dibawa oleh para mubalig penyebar
agama Islam yang datang dari wilayah Mataram, Bagelen. Disebut Angguk sebab
penarinya sering memainkan gerakan mengangguk-anggukkan kepala. Kesenian Angguk
yang bercorak Islam ini mulanya berfungsi sebagai salah satu alat untuk menyiarkan
agama Islam. Syair lagu-lagu tari Angguk diambil dari kitab al-Barzanji.
Tari Seudati adalah nama tarian yang
berasal dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Seudati berasal dari kata
syahadat, yang berarti bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi
Muhammad utusan Allah. Tarian ini juga termasuk kategori tribal war dance atau
tari perang, yang syairnya berusaha membangkitkan semangat pemuda Aceh untuk
bangkit dan melawan penjajahan. Oleh karena itu, tarian ini sempat dilarang
pada zaman penjajahan Belanda. Akan tetapi, sekarang tarian ini diperbolehkan kembali
dan menjadi kesenian nasional Indonesia.
Dalam
bidang seni sastra, ada beberapa
ulama yang mampu menuliskan karya yang memiliki corak Islam, seperti hikayat,
babad, dan suluk.
Jika pembaca memiliki artikel atau pun makalah dan ingin berbagi dengan kita silahkan kirimkan ke email infokomkimia@gmail.com, cantumkan sedikit alamat anda.
[2] Wardaya. 2009. Cakrawala Sejarah untuk SMAN/MA Kelas XI (Program
Bahasa). Jakarta:Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2009). Hal. 6-7.
0 komentar:
Posting Komentar