Slide # 1

Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan 2019

Foto Bersama Keluarga Besar Prodi Pendidikan Kimia Bersama Mahasiswa Baru dan Panitia PBAK 2019 Read More

Slide # 2

Family Gathering Chemistry16

Kebersamaan Keluarga Prodi Pendidikan Kimia dengan Leting 2016 Read More

Slide # 3

Pelantikan UKM ALAC Prodi Pendidikan Kimia

Peresmian UKM Sanggar Seni Kimia (SSK) dan Chemistri Language Club (CLC) Read More

Slide # 4

Pelantikan HMP Pendidikan Kimia 2018-2019

Pembukaan dan Penutupan Pelantikan DImeriahkan oleh Sanggar Seni Kimia Read More

Slide # 5

KOMINFO SQUAD

Penanggungjawab Semua Media Pendidikan Kimia Read More

Senin, 18 September 2017

       Perpaduan antara tradisi lokal Hindu-Buddha dengan Islam menghasilkan suatu kebudayaan yang baru. Hasil interaksi Islam dengan masyarakat melahirkan kebudayaan dan tradisi-tradisi yang bernapaskan Islam. Kebudayaan dapat diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia. Kebudayaan memiliki arti yang luas bukan hanya terpaku pada bidang seni, tetapi berbagai aspek kehidupan. Kebudayaan lokal dapat diartikan dengan kebudayaan yang bersifat lokal dan berkembang di berbagai tempat dalam wilayah Nusantara.
        Oleh karena bersifat lokal, kebudayaan tersebut memiliki ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Luasnya wilayah Nusantara menyebabkan budaya lokal yang berkembang di berbagai daerah sangat beragam.
  

Sinkretisme budaya lokal dengan budaya Islam pada arsitektur masjid Kudus.
         Budaya lokal yang ada di berbagai daerah Nusantara dalam perjalanannya akan bersentuhan dengan unsur-unsur luar. Misalnya kebudayaan animisme, dinamisme, Hindu, Buddha, dan Islam. Unsur dari luar tersebut memberikan warna dan sentuhan-sentuhan pada budaya lokal. Sebagaimana kita ketahui bahwa sebelum agama Islam masuk, penduduk Nusantara mempercayai animisme dan dinamisme. Mereka menyembah pohon-pohon besar, roh nenek moyang, benda-benda tertentu yang dianggap keramat, dan beberapa benda lain. Kebiasaan tersebut semakin kental dengan masuknya agama Hindu dan Buddha ke tanah air.
        Masuknya Islam ke Nusantara menyebabkan kepercayaan animisme dan dinamisme lambat laun memudar. Kebiasaan-kebiasaan tersebut mulai sirna dengan masuknya Islam yang mengajarkan bahwa hanya Allah Swt. yang berhak untuk disembah. Seiring dengan memudarnya kebiasaan-kebiasaan tersebut, Islam yang telah dipeluk oleh penduduk berinteraksi dengan kebudayaan yang menghasilkan kebudayaan Islam. Dengan demikian, kebudayaan Islam merupakan kebudayaan yang bernapaskan atau memuat nilai-nilai ajaran Islam.[1]
 

pintu pada masjid Qudus merupakan satu contoh akulturasi Hindu-Buddha dan Islam
       


        Aspek kebudayaan telah banyak terpengaruh oleh masuknya Islam ke Indonesia baik dalam bidang seni, upacara adat, bidang pemerintahan, dan kesusastraan. Aspek-aspek tersebut akan diuraikan sebagai berikut.
          Masuknya agama Islam ke Indonesia membawa banyak pengaruh dan perubahan berbagai aspek dalam sistem sosial masyarakat Indonesia. Masuknya budaya Islam tidak menyebabkan hilangnya kebudayaan Indonesia pro-Islam, yaitu kebudayaan  prasejarah dan Hindu-Buddha, tetapi justru memperkaya budaya Indonesia. Kebudayaan Islam berpadu dengan kebudayaan prasejarah dan Hindu-Buddha  melalui proses akulturasi.[2]

  
a    1.   Bidang Seni.
        Sentuhan budaya lokal dengan Islam telah melahirkan bentuk seni baru yang memiliki kekhasan. Beberapa seni budaya lokal yang telah ada sebelum masuknya Islam mendapat pengaruh Islam. Seni baru tersebut selain berfungsi sebagai ekspresi keagamaan juga sebagai ekspresi budaya.
        Ada banyak seni budaya lokal yang mendapatkan banyak pengaruh dari Islam. Salah satu buktinya adalah gamelan di Jawa yang bunyinya berbeda dengan gamelan di Bali. Gamelan Jawa terdengar lebih pelan dan lembut. Hal ini disebabkan oleh pengaruh Islam. Para wali yang menyebarkan Islam di Jawa mengakomodasi budaya lokal dengan sentuhan-sentuhan Islam. Gamelan di Bali dipergunakan sebagai iringan untuk persembahan kepada  dewa sehingga irama dan alunannya terdengar lebih cepat. Gamelan Jawa terdengar lebih lembut dan pelan sehingga pendengarnya dapat bertafakur, berzikir, dan merenungi kekuasaan Allah Swt.
Bangunan menara pada gambar di atas merupakan perpaduan budaya antara Islam dan budaya lain.
        Bukti lain budaya lokal yang telah tersentuh oleh Islam adalah seni arsitektur. Bangunan masjid menjadi bukti akulturasi/sinkretisme budaya lokal dengan Islam. Arsitektur masjid agung Demak dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu dengan model bangunan Majapahit. Model tersebut berpadu dengan bentuk rumah tradisional Jawa. Kemiripan arsitektur masjid Demak dengan model bangunan Majapahit dapat dilihat dari bentuk atapnya. Masjid Demak tidak memiliki kubah yang merupakan ciri tempat ibadah umat Islam. Bentuk atapnya mengadopsi bentuk bangunan peribadatan agama Hindu. Hal ini merupakan upaya untuk membumikan masjid sebagai pusat penyebaran agama Islam di tengah masyarakat Hindu. Masjid Sunan Ampel di Jawa Timur berarsitektur Jawa Kuno dengan nuansa Arab yang kental. Masjid agung Banten memiliki atap susun lima mirip dengan pagoda di Cina. Sentuhan Islam terhadap seni arsitektur juga dapat dilihat pada istana. Istana Pagaruyung, Istana Sultan Deli, Istana Kesultanan Ternate, dan Keraton Yogyakarta merupakan contoh perpaduan budaya lokal dengan Islam.

     Seni rupa tidak luput dari sentuhan Islam. Contohnya adalah seni ukir. Ukiran yang ada di keraton atau masjid merupakan perpaduan budaya lokal dengan Islam. Ukiran yang ada di keraton atau masjid ada yang menggabungkan
budaya lokal dengan seni kaligrafi. Kaligrafi adalah seni menulis indah berbentuk huruf Arab. Ukiran tersebut ada juga yang berbentuk simbol dan mengandung pesan ajaran Islam.
        Sentuhan Islam juga dapat dilihat pada seni pertunjukan. Kalian pasti mengetahui pertunjukan wayang, bukan? Pada pertunjukan wayang dapat ditemukan sentuhan Islam di dalamnya. Wayang pada awalnya adalah peninggalan Hindu. Para wali memasukkan unsur-unsur Islam ke dalamnya.
Dalam alur cerita dikenalkan dengan jimat ”Kalimasada”. Kalimasada sesungguhnya adalah kalimat syahadat, kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Swt. dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya. Pertunjukan wayang menjadi sarana penyebaran agama Islam. Seni tradisi Genjring di Banyumas dan sekitarnya merupakan contoh lain kesenian Islam. Kesenian tradisi ini lebih banyak berbasis di masjid. Dalam seni tradisi Islam ini, syair salawat dilantunkan dengan diiringi rebana tanpa tarian. Kesenian ini menggunakan dasar kitab al-Barzanji. Pada saat ini Genjring dimanfaatkan untuk mengarak khitanan.
      Salawat rodat merupakan contoh lain kesenian Islam yang berasal dari Yogyakarta. Kesenian salawat roda berkembang seiring dengan peringatan maulid Nabi Muhammad saw. Kesenian salawat rodat menggunakan syair yang ada dalam kitab al-Barzanji. Ciri khas kesenian ini adalah tarian mengiringi syair yang dilagukan dengan iringan musik rebana dinyanyikan secara bersama-sama. Tarian inilah yang disebut ”rodat”. Tarian rodat ditarikan sambil duduk. Hampir sama dengan salawat rodat, salawat maulud merupakan tradisi pembacaan salawat pada peringatan maulid Nabi Muhammad saw. Dalam perkembangannya, salawat maulud menjadi kesenian yang dibacakan dalam acara khitanan, akikah, maupun acara rutin yang diadakan oleh masyarakat. Tari Angguk merupakan jenis tarian yang bernafaskan Islam. Tari Angguk dibawa oleh para mubalig penyebar agama Islam yang datang dari wilayah Mataram, Bagelen. Disebut Angguk sebab penarinya sering memainkan gerakan mengangguk-anggukkan kepala. Kesenian Angguk yang bercorak Islam ini mulanya berfungsi sebagai salah satu alat untuk menyiarkan agama Islam. Syair lagu-lagu tari Angguk diambil dari kitab al-Barzanji.
        Tari Seudati adalah nama tarian yang berasal dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Seudati berasal dari kata syahadat, yang berarti bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah. Tarian ini juga termasuk kategori tribal war dance atau tari perang, yang syairnya berusaha membangkitkan semangat pemuda Aceh untuk bangkit dan melawan penjajahan. Oleh karena itu, tarian ini sempat dilarang pada zaman penjajahan Belanda. Akan tetapi, sekarang tarian ini diperbolehkan kembali dan menjadi kesenian nasional Indonesia.
       Dalam bidang seni sastra, ada beberapa ulama yang mampu menuliskan karya yang memiliki corak Islam, seperti hikayat, babad, dan suluk.

 Jika pembaca memiliki artikel atau pun makalah dan ingin berbagi dengan kita silahkan kirimkan ke email infokomkimia@gmail.com, cantumkan sedikit alamat anda.





[1] Husni Thoyar. 2009. Pendidikan Agama Islam untuk SMP Kelas IX. (Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan). Hal. 171.
[2] Wardaya. 2009. Cakrawala Sejarah untuk SMAN/MA Kelas XI (Program Bahasa). Jakarta:Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2009). Hal. 6-7.

0 komentar: