Slide # 1

Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan 2019

Foto Bersama Keluarga Besar Prodi Pendidikan Kimia Bersama Mahasiswa Baru dan Panitia PBAK 2019 Read More

Slide # 2

Family Gathering Chemistry16

Kebersamaan Keluarga Prodi Pendidikan Kimia dengan Leting 2016 Read More

Slide # 3

Pelantikan UKM ALAC Prodi Pendidikan Kimia

Peresmian UKM Sanggar Seni Kimia (SSK) dan Chemistri Language Club (CLC) Read More

Slide # 4

Pelantikan HMP Pendidikan Kimia 2018-2019

Pembukaan dan Penutupan Pelantikan DImeriahkan oleh Sanggar Seni Kimia Read More

Slide # 5

KOMINFO SQUAD

Penanggungjawab Semua Media Pendidikan Kimia Read More

Senin, 18 September 2017

ANEKA PENDEKATAN DALAM STUDI AGAMA
Nova Safrida
Fitri Arnita
Rizvita
Salma Hayati S.Ag, M.ed

Abstrak
         Tulisan ini bertujuan untuk membahas tentang pendekatan-pendekatan dalam mengkaji agama. Dalam memahami agama banyak pendekatan yang dilakukan. Hal demikian perlu dilakukan karena pendekatan tersebut secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Berbagai pendekatan tersebut meliputi pendekatan teologis, antropologis, feminis, psikologis, filosofis, fenomenologis, dan sosiologis. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan disini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnyadigunakan dalam memahami agama.

Kata kunci: Teologis, Antropologis, Feminis, psikologis, Filosofis,
        Fenomenologis dan Sosiologis.

A.           Pendahuluan
Islam adalah salah satu ajaran yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw melalui perantaraan Malaikat Jibril. Pada dasarnya islam bukan hanya sekedar agama namun ada beberapa aspek lain yang mempengaruhi seperti kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Untuk memahami berbagai dimensi ajaran islam diperlukan berbagai pendekatan yang digali dari berbagai disiplin ilmu.
Berkenaan dengan pemikiran ini, maka kita perlu mengetahui dengan jelas pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami ilmu agama. Hal ini perlu dilakukan karena melalui pendekatan tersebut kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Tanpa mengetahui berbagai macam pendekatan tersebut agama menjadi sulit dipahami oleh masyarakat, karena tidak fungsional dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama dan hal ini tidak boleh terjadi. Dengan demikian hal ini sangat menarik untuk dikaji agar dapat mengetahui pendekatan apa saja yang digunakan untuk mengkaji islam.

B.            Aneka Pendekatan dalam Studi Agama
Pendekatan adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Berbagai pendekatan itu antara lain :
1.             Pendekatan Teologis
Teologis memiliki arti hal-hal yang berkaitan dengan aspek ketuhanan. Amin Abdullah mengatakan, bahwa teologi tidak bisa tidak pasti mengacu kepada agama tertentu. Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen, dan dedikasi yang tinggi serta penggunaan bahasa yang bersifat subjektif, yakni bahasa sebagai pelaku, bukan sebagai pengamat adalah merupakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran teologis.[1] Karena sifat dasarnya yang partikularistik, maka dengan mudah kita dapat menemukan teologi Kristen-Katolik, teologi Kristen Protestan dan begitu seterusnya. Dalam islam sendiri, secara tradisional,dapat dijumpai teologi Mu’tazilah, teologi Asy’ariyah, dan Maturidiyah. Dan sebelumnya terdapat pulateologi yang bernama Khawarij dan Murji’ah.[2] Menurut pengamatan Sayyed Hosein Nars, dalam era komteporer ini ada 4 prototipe pemikiran keagamaan islam, yaitu pemikiran keagamaan fundamentalis, modernis mesianis,dan tradisionalis.[3]
Dapat diketahui bahwa pendekatan teologi dalam pemahaman keagamaan adalah pendekatan yang menekankan dalam bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai yang paling benar sedangkan yang lainnya salah. Dengan demikian, antara satu aliran dan aliran lainnya tidak terbuka dialog atau saling menghargai. Yang ada hanyalah ketertutupan (eksklusifisme), sehingga yang terjadi adalah pemisahan dan terkotak-kotak.
Amin Abdullah mengatakan bahwa pendekatan teologis semata-mata tidak dapat memecahkan masalah esensial pluralitas agama saat sekarang ini. Kepentingan ekonomi, sosial, politik, pertahanan selalu menyertai pemikiran satu komunitas masyarakat tertentu. Saat ini muncul apa yang disebut dengan istilah teologis masa kritis, yaitu suatu usaha manusia untuk memahami penghayatan imannya atau penghayatan agamanya. Sikap kritis ditujukan pertama-tama pada agamnya sendiri dan kepada situasi yang dihadapinya. Keagamaan seseorang tanpa adanya pendekatan teologis, akan mudah cair dan tidak jelas identitasnya.
Sejarah membuktikan bahwa kerasnya berontrokan yang terjadi antara satu aliran teologi dengan satu aliran lainnya berawal dari politik kemudian timbul perpecahan yang kemudian memperoleh pembenaran teologis dan normatif, yakni ajaran yang diyakini paling benar. Munculnya tindakan kekerasan yang terjadi satu aliran teologi dengan aliran lain mereka menyebukan ini kebenaran suci antaran lain: mewujudkan prinsip keadilan, kemanusian, kebersamaan, kemitraan, saling menolong dan sebagainya.[4]
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan teologis dalam memahami agama menggunakan cara berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang diyakini benar dan mutlak adanya, yang berasal dari Tuhan sudah pasti benar. Sedangkan melalui pendekatan teologis normatif sseorang akan memiliki sikap militansi dalam beragama, yakni berpegang teguh kepada agama yang diyakininya adalah benar, tanpa memandang dan meremehkan agama lainnya.
2.             Pendekatan sosiologis
Sosiologi merupakan sebuah kajian ilmu yang berkaitan dengan aspek hubungan sosial manusia antara yang satu dengan yang lain, atau antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-persekatan hidup itu serta pula kepercayaannya, keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia.[5] Sementara menurut soerjano soekanto, sosiologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian. Sosiologi tidak menetapkan ke arah mana sesuatu seharusnya berkembang dalam arti memberi petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut.[6]
Dari dua definisi tersebut terlihat bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang menggambatkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta sebagai gejala sosial lainnya yang saling berikatan. Dalam agama islam dapat dijumpai peristiwa Nabi Yusuf yang dahulu budak lalu akhirnya bisa jadi penguasa di Mesir.[7] Tanpa ilmu sosial peristiwa-peristiwa tersebut sulit dijelaskan dan sulit pula dipahami maksudnya. Disinilah letaknya sosiologi sebagai salah satu alat dalam memahami ajaran agama.
Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya. Dalam bukunya berjudul Islam alternatif, Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya perhatian agama yang dalam hal ini islam terhadap masalah sosial, dengan mengajukan lima alasan sebagai berikut;
1.      Dalam Alquran atau kitab-kitab hadits proporsi terbesar kedua sumber hukum islam itu berkenaan dengan urusan muamalah. Dalam kitab Al-Hukumah Al-Islamiyah dikemukkakan bahwa, perbandingan antara ayat-ayat ibadah dan ayat-ayat yang menyangkut kehidupan sosial adalah satu berbanding seratus. Artinya untuk satu ayat ibadah, ada seratus ayat muamalah (masalah sosial).
2.       Adanya kenyataan bahwa jika urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang pentingn, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan), melainkan dengan tetap dikerjakan sebagaimana mestinya.
3.       Bahwa bahwa ibadah mengandung segin kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat perseorangan. Karena itu salat yang dilakukan secara berjamaah dinilai lebih tinggi nilainya daripada salat yang sikerjakan sendirian (munfarid) dengan ukuran satu berbanding dua puluh derajat.
4.          Dalam islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggr pantangan tertentu, maka kifaratnya (tebusannya) ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial. Bila puasa tidak mampu dilakukan misalnya, jalan keluarnya adalah dengan membayar fidyah dalam bentuk memberi makan bagi orang miskin.
5.           Dalam islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah.[8]
 Melalui pendekatan sosiologis agama akan dapat dipahami dengan mudah, karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial. Dalam alquran misalnya kita jumpai ayat-ayat berkenaan dengan hubungan manusian dengan manusia lainnya, sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kemakmuran suatu bangsa, dan sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kesengsaraan.
3.             Pendekatan Filosofis
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu, dan hikmah. Selain itu filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.[9] Pengertian filsafat yang umumnya digunakan adalah pendapat yang ddikemukakan Sidi Gazalba. Menurutnya filsafat adalah berpikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada.[10]
Dari definisi diatas dapat diketahui Bahwa filsafat pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik objek formanya. Louis O. Kattsof mengatakan bahwa kegiatan kefilsafatan ialah merenung, tetapi merenung bukanlah melamun, juga bukan berpikir secara kebetulan yang bersifat untung-untungan, melainkan dilakukan secara mendalam, radikal, sistematik, dan universal.[11] Mendalam artinya dilakukan sedemikian rupa hingga dicari sampai batas diamana akal tidak sanggup lagi. Radikal artinya sampai ke akar-akarnya hingga tidak ada lagi yang tersisa. Sistematik maksudnya adalah dilakukan secara teratur dengan menggunakan metode berpikir tertentu dan uniiversal maksudnya tidak dibatasi hanya pada suatu kepentingan kelompok tertentu, tetapi untuk seluruhnya.
Demikian pula dengan kita membaca sejarah nabi terdahulu. Maksudmya bukan sekedar menjadi tontonan atau sekedar mengenangnya, tetapi bersamaan dengan itu diperlakukan kemampuan menangkap makna filosofis yang terkandung di belakang peristiwa tersebut. Dengan menggunakan pendekatan filosofis, seseorang akan dapat memberi makna terhadap sesuatu yang dijumpainya, dan dapat pula menangkap hikmah dan ajaran yang terkandung di dalamnya. Dengan cara demikian ketika seseorang mengerjakan suatu amal ibadah tidak akan merasa kekeringan spiritual yang dapat menimbulkan kebosanan. Semakin mampu menggali makna filosofis dari suatu ajaran agama, maka semakin meningkat pula sikap, penghayatan, dan daya spiritualitas yang dimiliki seseorang.
Islam sebagai agama yang banyak menyuruh penganutnya mempergunakan akal pikiran sudah dapat dipastikan sangat memerlukan pendekatan filosofis dalam memahami ajaran agamanya. Namun, pendekatan seperti ini masih belum diterima secara merata terutama oleh kaum tradisionalis formalistis yang cenderung memahami agama terbatas pada ketepatan melaksankan aturan-aturan formalistik dari pengalaman agama.[12]
4.             Pendekatan Antropologis
Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik kegamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawaban.Penelitian antropologis yang induktif dan grounded, yaitu turun ke lapangan tanpa berpijak pada, atau setidak-tidaknya dengan upaya membebaskan diri dari kungkungan teori-teori formal yang ada padanya sangat abstrak sebagaimana yang dilakukan di bidang sosiologi dan lebih-lebih ekonomi yang mempergunakan model-model matematis, banyak juga memberi sumbangan kepada penilitian historis.[13]
Sejalan dengan pendekatan tersebut, maka dalam berbagai penelitian antropologi agama dapat ditemukan adanya hubungan positif antara ke percayaan agama dengan kondisi ekonomi dan politik. Karl Max (1818-1883), sebagai contoh, melihat agama sebagai opium atau candu masyarakat tertentu sehingga mendorongnya untuk memperkenalkan teori konflik atau yang biasa disebut dengan teori pertentangan kelas. Menurutnya, agama bisa di salah fungsikan oleh kalangan tertentu untuk melestarikan status qou peran tokoh-tokoh agama yang mendukung sistem kapitalisme di Eropa yang beragama Kristen.[14]
Selanjutnya melalui pendekatan antropologis, kita dapat melihat agama dalam hubungannya dengan mekanisme pengorganisasian (social organization) juga tidak kalah menarik untuk diketahui oleh para peneliti sosial keagamaan. Geertz melihat adanya klasifikasi sosial dalam masyarakat Muslim di Jawa, antara santri, priyayi dana abangan. Sungguhpun hasil penilitian antropologis di Jawa Timur ini mendapat sanggahan dari berbagai ilmuwan sosial yang lain, namun kontruksi stratifikasi sosial yang dikemukakannya cukup membuat orang berpikir ulang untuk mengecek keabsahannya.[15]
Melalui pendekatan antropologis fenomologis ini kita juga dapat melihat hubungan antara agama dan negara (state and religion). Selanjutnya, melalui pendekatan antropologis ini juga dapat ditemukan keterkaitan agama dengan psikoterapi. Melaui pendekatan antropologis sebagaimana tersebutterlihat dengan jelas hubungan agama dengan berbagai masalah kehidupan manusia, dan dengan itu pula agama terlihat akrab dan fungsional dengan berbagai fenomena kehidupan manusia.
Dalam Alquran Al-Karim, sebagai sumber utama ajaran islam misalnya kita meperoleh informasi tentang kapal Nabi Nuh di gunung Arafat, kisah Ashabul Kahfi yang dapat bertahan hidup dalam dalam gua lebih dari tiga ratus tahun lamanya. Di mana kira-kira bangkai kapal Nabi Nuh itu., di mana kira-kira gua itu, dan bagaimana pula bisa terjadi hal yang menajubkan itu, ataukah hal yang demikian merupakan kisah fiktif. Tentu masih banyak lagi contoh lain yang hanya dapat dijelaskan dengan bantuan ahli geografi dan arkeologi. Dengan demikian, pendekatan antropologis sangat dibutuhkan dalam memahami ajaran agama, karena dalam ajaran agama tersebut terdapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan lewat bantuan ilmu antropologi dengan cabang-cabangnya.
5.             Pendekatan fenomenologis
Pendekatan Femenologis adalah suatu metode kajian agama yang ditandai dengan  upaya mencari struktur agama yang dapat diperbandingkan sehingga tidak menyalahi pemahaman orang-orang beriman itu sendiri.Tujuan femenologi ialah memahami kepercayaan termasuk tafsir yang paling kontroversial dalam tradisi. Fenomenologi adalah sebuah arus pemikiran dalamfilsafat, dan aliran ini kini boleh dikatakan selalu dihubungkan dengan tokohutamanya, Edmund Husserl.3 Meskipun demikian, istilah “fenomenologi”(phenomenology) sebenarnya tidak berawal dari Edmund Husserl, karenaistilah ini sudah sering muncul dalam wacana filsafat semenjak tahun 1765,dan juga kadang-kadang muncul dalam karya-karya dari ahli filsafatImmanuel Kant. Dalam wacana tersebut makna istilah fenomenologi memang masih belum dirumuskan secara khusus dan eskplisit. Maknakata “fenomenologi” baru menjadi semakin jelas setelah Hegel merumuskannya. Hegel mendefinisikan fenomenologi sebagai “pengetahuan sebagaimana pengetahuantersebut tampil atau hadir terhadap kesadaran” (“knowledge as itappears to consciousness”). Selain itu fenomenologi juga dapat diartikan sebagai “ilmu pengetahuan tentang penggambaran apa yang dilihat oleh seseorang,apa yang dirasakan dan diketahuinya.Penekanan pada proses penggambaran ini membawa kita kepada upaya mengungkapkan “phenomenal consciousness” (kesadaran fenomenal, kesadaran mengenai fenomena) melalui ilmu pengetahuan dan filsafat, menuju ke “the absolute knowledge of the absolute.”[16]

6.             Pendekatan Psikologis
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat dimatinya.[17] Dalam ajaran agama banyak kita jumpai istilah-istilah yang menggambarkan sikap batin seseorang. Misalnya sikap beriman dan bertakwa kepada Allah, sebagai orang yang saleh, berbuat baik dan jujur. Semua itu adalah gejala kejiwaan yang berkaitan dengan agama. Dengan ilmu jiwa seseorang akan mengetahui tingkat keagamaan yang dihayatinya, dipahami dan diamalkan sebagai alat untuk memasukkan agama kedalam jiwa seseorang. Misalnya kita dapat mengetahui pengaruh dari shalat, puasa, zakat, haji dan ibadah lain dengan melalui ilmu jiwa.  Dengan pengetahuan ini kita dapat menyusun langkah-langkah baru yang lebih efisien dalam menanamkan ajaran islam. Dengan ilmu ini agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk menanamkannya.

7.             Pendekatan Feminis
Feminisme berasal dari kata Feminism (Inggris) yang berarti gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria.Pengertian feminisme juga dikemukakan oleh Kutha Ratna, feminisme secara etimologis berasal dari kata famme (woman), yang berarti perempuan (tunggal) yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial.[18]
Pendekatan feminis terutama “menyambungkan prinsip dari perjuangan feminis” dari kalangan ras, dan budaya yang berbeda-beda. Kelompok feminis mungkin saja bisa dari kalangan ras yang sama, namun persfektif mereka melihat permasalahan perempuan dan kepentingan yang mereka perjuangkan bisa saja berbeda. Kita tidak bisa melihat penampilan seseorang dari luar dan langsung menyatakan bahwa ia adalah seorang feminis, karena tidak semua feminis akan  memakai seragam yang sama, apalagi mementingkan nilai-nilai dan melihat perspektif yang sama. Contohnya perempuan tidak bisa disamakan karena keserangaman pengalaman, ras, kelas, budaya, namun mereka pasti memiliki pandangan yang berbeda mengenai ideologi feminis.
Inti tujuan feminisme adalah meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta drajat laki-laki.Perjuangan serta usaha feminisme untuk mencapai tujuan ini mencangkup berbagai cara. Salah satu caranya adalah memperoleh hak dan peluang yang sama dengan yang dimiliki laki-laki.
  
DAFTAR PUSTAKA

Sharpe, Eric J. 1986. Comparative Religion of History. London: Duckworth.

Nasutio, Harun. 1978.Teologi Islam (Ilmu Kalam). Jakarta: UI Presscet.

Nata, Abuddin. 2010. Metode Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Shadily, Hassan Shadily. 1983.Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: Bina Aksara.

Soekanto, Soerjano. 1982.Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali.

Omar Mohammad Al-Toumy al-Syaibani. 1979.Falsafah Pendidikan Islam(terj). Hasan Langgulung dari judul asli Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah.Jakarta: Bulan Bintang.

 Gazalba, Sidi. 19670. Sistematika Filsafah Jilid 1.Jakarta: Bulan Bintang.

 Kattson, Louis O. 1989. Pengantar Filsafat (terj.) Soejono Soemargono dari judul asli Elements of Philosopby. Yoyagkarta: Tiara Wacana.

 Rahardjo, M. Dawam. 1990.Metodologi Penelitian Agama. Yogyakarta: Tiara Wacana.



[1] Eric J. Sharpe, Comparative Religion of History, (London:Duckworth, 1986), hlm. 313.
[2]Harun Nasution, Teologi Islam (Ilmu Kalam), (Jakarta: UI Press, 1978), cet. I, hlm. 32.
[3]Abuddin Nata, Metode Studi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), cet.XVII, hlm. 29.
[4]Ibid, hlm. 34.
[5]Hassan Shadily, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara, 1983), cet.IX,hlm. 1.
[6]Soerjano Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: CV Rajawali, 1982), cet. I, hlm. 18 dan 53.
[7]Ibid, hlm. 39.
[8]Ibid, hlm. 40-41.
[9]Omar Mohammad Al-Toumy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (terj). Hasan Langgulung dari judul asli Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), cet. I, hlm. 25.
[10]Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Jilid 1, (Jakarta: Bulan Bintang 19670, cet. II, hlm. 15.
[11]Louis O. Kattson, Pengantar Filsafat, (terj.) Soejono Soemargono, dari judul asli Elements of Philosopby, (Yoyagkarta: Tiara Wacana Yogya, 1989), cet. IV, hlm.6.
[12]Ibid, hlm. 46.
[13]M. Dawam Rahardjo, “Pendekatan Ilmiah Terhadap Fenomena Keagamaan” dalam M. Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim, Metodologi Penelitian Agama (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), cet. II, hlm. 19.
[14]Ibid, hlm. 36.
[15]Ibid, hlm.37.
[17]ibid, hlm. 50.

0 komentar: