Slide # 1

Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan 2019

Foto Bersama Keluarga Besar Prodi Pendidikan Kimia Bersama Mahasiswa Baru dan Panitia PBAK 2019 Read More

Slide # 2

Family Gathering Chemistry16

Kebersamaan Keluarga Prodi Pendidikan Kimia dengan Leting 2016 Read More

Slide # 3

Pelantikan UKM ALAC Prodi Pendidikan Kimia

Peresmian UKM Sanggar Seni Kimia (SSK) dan Chemistri Language Club (CLC) Read More

Slide # 4

Pelantikan HMP Pendidikan Kimia 2018-2019

Pembukaan dan Penutupan Pelantikan DImeriahkan oleh Sanggar Seni Kimia Read More

Slide # 5

KOMINFO SQUAD

Penanggungjawab Semua Media Pendidikan Kimia Read More

Senin, 02 Oktober 2017

PENDAHULUAN
      A.    LATAR BELAKANG
        Hadis merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Alquran[1]. Hadis diklasifikasi oleh Ulama untuk memudahkan umat Islam dalam memahami makna, ciri-ciri hadis, jenis-jenis hadis, perbedaan antarhadis serta untuk mencari hujjah (alasan hukum). Oleh karena itu, pada kesempatan ini makalah ini akan membahas tentang “Klasifikasi Hadis dari Berbagai Aspeknya”. Makalah ini disusun dengan semaksimal mungkin. Oleh karena itu, kami sangat menghargai kritikan dan saran sebagai kesempurnakan makalah ini.

      B.     RUMUSAN MASALAH
        Hadis telah melewati masa kodifikasi yang panjang, yaitu selama tujuh periode lamanya. Pada masa setelah Rasulullah saw. wafat kondisi sahabat sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadis karena konsentrasi mereka kepada Alquran yang baru dikodifikasi pada masa Abu Bakar merupakan tahap awal dan masa Khalifah Usman tahap kedua. Masa ini dikenal dengan masa taqlil ar–riwayah (pembatasan periwayatan), para sahabat tidak meriwatkan hadis kecuali disertai dengan saksi dan bersumpah bahwa hadis yang ia riwayatkan benar-benar bersumber dari Nabi Muhammad Saw. Pada masa kodifikasi ini lah lahir hadis-hadis palsu untuk mencari keuntungan semata.[2] Melihat kepada sejarah dan perkembangan hadis[3] banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran dalam hadis, seperti adanya hadis maudhu’ (palsu) dan hadis mungkar. Hal ini dikarenakan setelah Rasulullah saw. wafat, sedikit demi sedikit Islam mulai kembali ke masa jahiliyah dan banyaknya pendusta, seperti contoh hadis palsu yang artinya “Terong adalah obat segala penyakit”. Ini merupakan suatu kemunduran Islam saat itu. Selain itu, timbulnya perpecahan umat Islam juga menjadi faktor pemalsuan hadis.

      C.     TUJUAN
 a)      Mengetahui klasifikasi hadis berdasarkan kuantitas perawinya
       b)      Mengetahui klasifikasi hadis berdasarkan kualitas perawinya
       c)      Syarat-syarat hadis dan sahih dan perbedaannya dengan hadis hasan  
       d)     Hadis dha’if dan macam-macamnya
       e)      Hadis maudhu’



BAB II
PEMBAHASAN

       A.    KLASIFIKASI HADIS BERDASARKAN KUANTITAS PERAWINYA 
        Ditinjau berdasarkan jumlah kuantitas perawinya[4], maka hadis terbagi ke dalam dua macam, yaitu hadis mutawatir dan hadis ahad. Supaya lebih jelas, perhatikan bagan pengklasifikasian hadis ditinjau  dari segi Kuantitas Perawi berikut ini.


      1.      Hadis Mutawatir
      a)      Pengertian dan Syarat-Syarat Hadis Mutawatir
        Mutawatir berasal dari kata al-mutatabi yang artinya “yang datang kemudian”, “beriringan”, atau “beruntun”. Secara istilah, hadis mutawatir adalah suatu hadis yang bersifat indriawi (didengar atau dilihat) yang diriwayatkan oleh orang banyak yang mencapai maksimal diseluruh tingkatan sanad dan menurut tradisi mustahil mereka berdusta. Berdasarkan definisi tersebut, ada empat kriteria hadis mutawatir, yaitu sebagai berikut.

      a.      Diriwayatkan sejumlah orang banyak
         Para perawi hadis mutawatir syaratnya harus berjumlah banyak. Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah banyak pada para perawi hadis tersebut dan tidak ada pembatasan yang tetap. Di antara mereka berpendapat 4 orang, 5 orang, 10 orang (karena ia minimal katsrah), 40 orang, 70 orang (jumlah Sahabat Musa as), bahkan ada yang berpendapat 300 orang lebih. Namun, pendapat yang terpilih minimal 10 orang seperti pendapat Al-Ishthikhari.[5]
      b.      Adanya jumlah banyak pada seluruh tingkatan sanad
        Jumlah banyak orang pada setiap tingkatan sanad dari awal hingga akhir sanad. Jika jumlah banyak tersebut hanya pada sebagian sanad saja maka tidak dinamakan mutawatir, tetapi dinamakan ahad atau wahid. Persamaan jumlah perawi tidak berarti harus sama jumlah angka nominalnya, mungkin saja jumlah angka nominalnya berbeda, namun nilai verbalnya sama, yaitu sama banyak. Misalnya, pada awal tingkatan sanad 10 orang, tingkatan sanad berikutnya menjadi 20 orang, 40 orang, 100 orang, dan seterusnya. Jumlah yang seperti ini tetap dinamakan sama banyak dan tergolong mutawatir.
      c.       Mustahil bersepakat bohong
Misalnya para perawi dalam sanad itu datang dari berbagai negara yang berbeda, jenis yang berbeda, dan pendapat yang berbeda pula. Sejumlah para perawi yang banyak ini secara logika mustahil terjadi adanya kesepakatan berbohong secara tradisi.
Pada masa perkembangan hadis, berbeda dengan masa modern. Di samping kejujuran, dan daya ingatan yang masih andal, transportasi tiap daerah tidak semudah sekarang ini, sehingga tidak mungkin mereka berdusta.
      d.      Sandaran berita itu pada Panca indera
Artinya berita itu didengar dengan telinga atau dilihat dengan mata dan disentuh dengan kulit, tidak disandarkan pada logika atau akal. Jika berita hadis itu logis, tidak indrawi maka dikatakan tidak mutawatir. Contohnya ungkapan “Kami mendengar (dari Rasulullah bersabda begini) atau “Kami sentuh atau kami melihat (Rasulullah melakukan begini dan seterusnya)”.

Berdasarkan 4 kristeria hadis mutawatir di atas, maka jumlah hadis mutawatir sedikit dan langka dibandingkan dengan hadis ahad.

      b)      Klasifikasi Hadis Mutawatir
      Para Ulama membagi hadis Mutawatir ke dalam tiga, yaitu mutawatir lafdzi, mutawatir maknawi, dan mutawatir amali.
             a.      Mutawatir Lafdzi
 Hadis Mutawatir Lafdzi adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang banyak yang susunan redaksi dan maknanya sesuai benar antara riwayat satu dengan lainnya.

Contoh hadis mutawatir lafzhi adalah, yang artinya : “Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku, hendaklah ia bersiap-siap menduduki tempat duduknya di neraka”. (H.R. Bukhari)
            Menurut Abu Bakar Al-Bazzar, hadis tersebut diriwayatkan oleh 40 orang sahabat. Sebagaian Ulama mengatakan bahwa hadis tersebut diriwayatkan oleh 62 orang sahabat dengan lafal dan makna yang sama. Hadis tersebut pada sepuluh kitab hadis, yaitu Al-Bukhari,Muslim, Ad-Darimi, Abu Dawud, Ibn Majah, At-Tirmidhi, At-Thayasili, Abu Hanifah, Ath-Thabrani, dan Al-Hakim.[6]

             b.      Mutawatir Ma’nawi
 Hadis mutawatir Ma’nawi adalah hadis yang lafal dan maknanya berlainan antara satu riwayat dengan riwayat lainnya, tetapi terdapat kesesuaian makna secara umum (kulli).
Contoh hadis mutawatir ma’nawi yang artinya : “Nabi Saw. tidak mengangkat kedua tangannya dalam doa-doa beliau, kecuali dalam salat istiqa, dan beliau mengangkat tangannya hingga tampak putih-putih kedua ketiaknya”. (H.R. Bukhari)
Hadis-hadis yang semakna dengan hadis tersebut banyak sekali, lebih dari 100 hadis.[7]
           c.       Mutawatir ‘Amali
Hadis Mutawatir ‘Amali adalah :
Sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa ia dari agama dan telah mutawatir di kalangan umat Islam bahwa Nabi saw. mengajarkannya atau menyuruhnya atau selain dari itu. Dari hal itu dapat dikatakan soal yang telah disepakati.
Contoh hadis mutawatir ‘Amali adalah berita-berita yang menerangkan waktu dan rakaat shalat, shalat jenazah, shalat ‘Ied, hijab perempuan yang bukan mahram, kadar zakat, dan segala rupa amal yang telah menjadi kesepakatan, ijma.
      2.      Hadis Ahad
           a)      Pengertian Hadis Ahad
Hadis ahad adalah hadis yang jumlah rawinya tidak sampai pada jumlah mutawatir, tidak memenuhi syarat mutawatir, dan tidak pula sampai pada derajat mutawatir.   
           b)      Klasifikasi hadis Ahad
                  1.      Hadis Masyur
Hadis Masyur adalah hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih pada setiap thabaqah-tidak mencapai derajat mutawatir. Contoh hadis masyur adalah :
“Seorang mukmin adalah orang yang menyelamatkan sesama muslim lainnya dari gangguan lidah dan tangannya”.
                  2.      Hadis ‘Aziz
‘Aziz menurut bahasa adalah Asy-Safief (yang mulia), sedangkan menurut istilah adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua orang, walaupun dua orang tersebut terdapat pada satu thabaqah[8] saja, kemudian orang-orang meriwayatkannya.

Contoh hadis ‘Aziz
“Kami adalah orang-orang terakhir di dunia yang terdahulu pada hari kiamat”. (H.R. Ahmad dan An-Nasa’i)
                   3.      Hadis Gharib
Gharib menurut bahasa artinya (1)yang jauh dari tanah dan (2) kalimat yang sukar dipahami. Sedangkan menurut istilah, hadis ‘Gharib adalah hadis yang diiriwayatkan oleh seorang rawi yang menyendiri dalam meriwayatkan baik menyendiri orangnya, yakni tidak ada orang yang meriwayatkan selain rawi itu sendiri. Juga dapat mengenai sifat atau keadaan rawi, artinya sifat atau keadaan rawi itu berbeda dengan sifat dan keadaan rawi-rawi lain yang juga meriwayatkan hadis tersebut.
 Contoh hadis gharib,
“Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi saw. telah  bersabda, Iman itu bercabang-cabang menjadi 60 cabang dan malu itu salah satu cabang  dari iman” (H.R. Bukhari)
Hadis Gharib diklasifikan ke dalam dua macam jika ditinjau dari segi bentuk penyendirian rawi.

      1)      Hadis Gharib muthlaq
        Gharib mutlak adalah hadis yang rawinya menyendiri dalam meriwayatkan hadis tersebut. Penyendirian rawi hadis Gharib tersebut berpangkal pada tempat ashlus sanad, yakni tabiin bukan sahabat. 
      2)      Hadis Gharib nisby
      Gharib nisby adalah apabila penyendirian hadis mengenai sifat-sifat atau keadaan tertentu dari seorang rawi, mempunyai beberapa kemungkinan, antara lain :
      ·         Sifat keadilan dan ke-dhabit-an (ke-tsiqat-an) rawi.
      ·         Kota atau tempat tinggal tertentu.
      ·         Meriwayatkannya dari orang tertentu.
        Apabila penyendirian itu ditinjau dari segi letaknya apakah terletak di sanad atau matan, hadis gharib terbagi lagi ke dalam tiga macam, yaitu :
·               Gharib pada sanad dan matan.
·               Gharib pada sanadnya saja.
·               Gharib pada sebagian matannya.
  
      B.     KLASIFIKASI HADIS BERDASARKAN KUALITAS RAWI
        Hadis ditinjau dari segi kualitas rawi yang meriwayatkannya, terbagi dalam tiga macam, yaitu sahih, hasan dan  Dhaif.
     1.      Hadis Sahih
            a.       Pengertian hadis sahih
         Sahih menurut bahasa artinya sehat, haq dan kuat. Menurut ulama ahli hadis, hadis sahih adalah hadis yang sanadnya bersambung, dikutip oleh orang yang adil lagi cermat dari orang yang sama, sampai berakhir pada Rasulullah saw., atau sahabat atau tabiin, bukan hadis yang syadz (kontroversi) dan terkena ‘illat yang menyebabkan cacat dalam penerimaannya.
b.      Syarat-syarat hadis sahih
        Menurut muhadisin, suatu hadis dapat dinilai sahih apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
1.      Rawinya bersifat adil
        Menurut Ar-Razi, keadilan adalah tenaga jiwa yang mendorong untuk selalu bertindak takwa, menjauhi perbuatan dosa-dosa besar, menjauhi kebiasaan melakukan dosa-dosa kecil, dan meninggalkan perbuatan-perbuatan mubah yang menodai marwah, seperti makan sambil berdiri di jalanan, buang air kecil di tempat yang disediakan bukan untuknya, dan bergurau berlebihan.[9]
       
       Menurut Syuhudi Ismail, kriteria-kriteria periwayat yang bersifat adil adalah :
  • ·    Beragama Islam.
  •          Berstatus mukalaf (Al-Mukallaf).
  •          Melaksanakan ketentuan agama.
  •          Memelihara marwah.

 2.      Rawinya bersifat dhabit
        Dhabit adalah rawi yang bersangkutan dapat menguasai hadisnya dengan baik, baik dengan hafalan yang kuat atau dengan kitabnya, lalu ia mampu mengungkapkannya kembali ketika meriwayatkannya.
        Kalau seseorang mempunyai ingatan yang kuat, sejak menerima hingga menyampaikan kepada orang lain dan ingatannya itu sanggup dikeluarkan kapan dan di mana saja dikehendaki, orang itu dinamakan dhabtu shadri. Kemudian, kalau apa yang disampaikan itu berdasar pada buku catatannya (teks book) ia disebut dhabtu kitab. Rawi yag adil dan sekaligus dhabith disebut tsiqat.

      3.      Sanadnya bersambung
      Yang dimaksud dengan ketersambungan sanad adalah bahwa setiap rawi hadis yang bersangkutan benar-benar menerimanya dari rawi yang berada di atasnya dan begitu selanjutnya sampai kepada pembicara yang pertama.
      Untuk mengetahui bersambung atau tidaknya suatu sanad, biasanya ulama hadis menempuh tata kerja penelitian berikut:

  • ·         Mencatat semua nama rawi dalam sanad yang diteliti.
  • ·         Mempelajari  sejarah hidup masing-masing rawi.
  • ·      Meneliti kata-kata yang menghubungkan antara para rawi dan rawi yang terdekat dengan sanad.

 Jadi, suatu sanad hadis dapat dinyatakan bersambung apabila :
·         Seluruh rawi dalam sanad itu benar-benar tsiqat (adil dan dhabit)
·         Antar masing-masing rawi dengan rawi terdekat sebelumnya dalam sanad itu benar-benar telah terjadi hubungan periwayatan hadis secara sah menurut ketentuan tahamul wa ad al-hadis.

4.      Tidak ber-‘Illat
        Maksudnya bahwa hadis yng bersangkutan terbebas dari cacat kesahihannya, yakni hadis itu terbebas dari sifat-sifat samar yang membuatnya cacat, meskipun tampak bahwa hadis itu tidak menunjukkan adanya cacat tersebut.
5.      Tidak syadadz (janggal)
         Kejanggalan hadis terletak pada adanya perlawanan antara suatu hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul (yang dapat diterima periwayatannya) dengan hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih kuat (rajih) dari padanya, disebabkan  kelebihan jumlah sanad dalam ke-dhabit-an atau adanya segi-segi tarjih yang lain.
      Jadi, hadis sahih adalah hadis yang rawinya adil dan sempurna ke-dhabit-annya, sanadnya muttashil, dan tidak cacat matannya marfu’, tidak cacat dan tidak janggal.
        Hadis shahih terbagi menjadi dua, yaitu shahih li dzatih dan shahih li ghairih. Sahih li dzatih adalah hadis sahih yang memenuhi syarat-syaratnya secara maksimal, seperti yang telah disebutkan di atas. Adapun hadis shahuh li ghairih adalah hadis shahih yang tidak memenuhi syarat-syaratnya secara maksimal. Misalnya, rawinya yang adil tidak sempurna ke-dzabit-annya (kapasitas intelektualnya rendah). Bila jenis ini dikukuhkan oleh jalur lain semisal, maka ia menjadi shahih lil ghairih. Dengan demikian, shahih li ghairih adalah hadis yang keshahihannya disebabkan oleh faktor lain karena memenuhi syarat-syarat secara maksimal. Misalnya, hadis hasan yang diriwayatkan melalui beberapa jalur, bisa naik derajat dari derajat hasan ke derajat sahih.

        Hadis sahih yang paling tinggi derajatnya adalah hadis yang bersanad ashahul sanad, kemudian berturut-turut sebagai berikut:
      1.      Hadis yang disepakati oleh bukhari muslim
      2.      Hadis yang diriwatkan oleh imam bukhari sendiri
      3.      Hadis yang diriwayatkan oleh imam muslim sendiri.
      4.      Hadis sahih yang diriwatkan  menurut syarat-syarat Bukhari dan Muslim, sedangkan kedua imam itu men-takhrij-nya.
      5.      Hadis sahih menurut syarat bukhari, sedangkan Imam Bukhari sendiri tidak men-takhrij-nya.
      6.      Hadis sahih menurut syarat Muslim, sedangkan Imam Muslim sendiri tidak  mn-takhrij-nya.
     7.     Hadis sahih yang tidak menurut salah satu syarat dari kedua Imam Bukhari dan Muslim. Ini berarti si pen-takhrij tidak mengambil hadis dari rawi-rawi atau guru-guru Bukhari dan Muslim, yang telah beliau sepakati bersama atau yang masih disahihkan, akan tetapi, hadis yang di-takhrij-kan tersebut, disahihkan oleh imam-imam hadis kenamaan. Misalnya hadis-hadis sahih yang terdapat pada sahih Ibnu Huzaimah, shahih Ibnu Hibban, dan sahih Al-Hakim.

      2.      Hadis Dhaif
      a.      Pengertian Hadis Dhaif
      Dhaif menurut lughat adalah lemah,lawan dari qawi (yang kuat). Adapun menurut muhaditsin, hadis Dhaif adalah semua hadis  yang tidak terkumpul padanya sifat-sifat bagi hadis yang diterima dan menurut pendapat kebanyakan  ulama; hadis Dhaif adalah yang tidak terkumpul padanya sifat hadis sahih dan hasan.
     b.      Klasifikasi Hadis Dhaif
     Para ulama muhaditsin mengemukakan sebab-sebab tertolaknya hadis dari dua jurusan, yakni dari jurusan sanad dan jurusan matan.
Sebab-sebab tertolaknya hadis dari jurusan sanad adalah:
            1)      Terwujudnya cacat-cacat pada rawinya, baik tentang keadilan maupun ke-dhabit-annya.
          2)      Ketidaksambungannya sanad, dikarenakan adalah seorang rawi atau lebih, yang digugurkan atau saling tidak bertemu satu sama lain.
        3)     Adapun cacat pada keadilan dan ke-dhabit-an rawi itu ada sepuluh macam, yaitu sebagai berikut:
1.      Dusta
2.      Tertuduh dusta
3.      Fasik
4.      Banyak salah
5.      Lengah dalam menghafal
6.      Menyalahi riwayat orang kepercayaan
7.      Banyak waham (purbasangka)
8.      Tidak diketahui identitasnya
9.      Penganut bid’ah
10.  Tidak baik hafalannya 
 Klasikasi Hadis dhaif berdasarkan cacatnya rawi
     1.    Hadits Maudhu' adalah hadits yang diciptakan oleh seorang pendusta yang ciptaan itu mereka katakan bahwa itu adalah sabda Nabi SAW, baik hal itu disengaja maupun tidak.
      2.      Hadits Matruk adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang dituduh dusta dalam perhaditsan
      3.     Hadits Munkar adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang banyak kesalahannya, banyak kelengahannya atau jelas kefasikannya yang bukan karena dusta
     4.     Hadits Mu'allal (Ma'lul, Mu'all) adalah hadits yang tampaknya baik, namun setelah diadakan suatu penelitian dan penyelidikan ternyata ada cacatnya
    5.    Hadits Mudraj (saduran) adalah hadits yang disadur dengan sesuatu yang bukan hadits atas perkiraan bahwa saduran itu termasuk hadits. 
    6.     Hadits Maqlub adalah hadits yang terjadi mukhalafah (menyalahi hadits lain), disebabkan memutar balikkan urutan Perawi.
      7.      Hadits Mudltharrib adalah hadits yang menyalahi hadits dengan mengganti rawi.
     8.    Hadits Muharraf adalah hadits yang menyalahi hadits lain terjadi disebabkan karena perubahan Syakal kata, dengan masih tetapnya bentuk tulisannya.
      9.    Hadits Mushahhaf adalah hadits yang mukhalafahnya karena perubahan titik kata, sedang bentuk tulisannya tidak berubah.
      10.   Hadits Mubham: adalah hadits yang didalam matan atau sanadnya
terdapat seorang rawi yang tidak dijelaskan apakah ia laki-laki atau perempuan
     11.  Hadits Syadz (kejanggalan): adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang makbul (tsiqah) menyalahi riwayat yang lebih rajih.
    12.  Hadits Mukhtalith adalah hadits yang rawinya buruk hafalannya, disebabkan sudah lanjut usia, tertimpa bahaya, terbakar atau hilang kitab-kitabnya.

      3.      Hadis Hasan
      a.       Pengertian Hadis hasan
        Hasan, menurut lughat adalah sifat musyabahah dari ‘Al-Husna’, artinya bagus. Menurut Ibnu Hajar, hadis hasan adalah hadis yang bersambung-sambung sanadnya dengan orang-orang yang adil, tetapi sedikit kurang dari segi ingatan.[10]
        Seperti hadis sahih lain juga, hadis hasan pun terbagi atas hasan li dzatih dan hasan li ghairih. Hadis yang memenuhi segala syarat-syarat hadis hasan disebut hadis hasan li dzatih. Syarat untuk  hadis hasan adalah sebagaimana syarat untuk hadis shahih, kecuali bahwa para rawinya hanya termasuk kelompok ke empat (shaduq) atau istilah lain yang setara atau sama dengan tingkatan tersebut.
        Adapun hasan li ghairih adalah hadis Dhaif yang bukan dikarenakan rawinya pelupa, banhyak salah dan orang fasik, yang mempyunyai muttabi’ dan syahid. Hadis Dhaif yang karena buruk hafalannya (su’u al hifdzi), tidak dikenal indentitasnya (mastur), dan mudallis (menyembunyikan cacat) dapat naik derajatnya dari menjadi hasan li ghairih karena dibantu oleh hadis hadis lain yang seminal dan semakna atau banyak rawi yang meriwayatkannya.

      C.    HADIS MAUDHU’
        Hadis Maudhu’ ialah hadis yang dibuat oleh seseorang (hadis palsu)yang ciptaannya itu dinisbahkan kepada Rasulullah saw. secara palsu dan dusta, baik disengaja maupun tidak. Hadis maudhu’ merupakan hadis yang diklasifikasikan berdasarkan cacat pada keadilan dan ke-dhabit-an rawi.[11]
        Sama seperti hadis yang lain, hadis maudhu’ juga memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri tersebut ialah :
    1.  Adanya pengakuan dari si pembuat hadis. Pernah seorang ulama menanyakan suatu hadis kepada perawinya dan perawi tersebut mengakui bahwa ia memang menciptakan hadis tersebut untuk suatu keperluan.
    2. Adanya indikasi yang memperkuat, misalnya seorang rawi mengaku menerima suatu hadis dari seorang tokoh, padahal ia belum pernah bertemu dengan tokoh tersebut, atau tokoh tersebut telah meninggal sebelum perawi itu lahir.
    3. Adanya indikasi dari sisi tingkah laku sang perawi, misalnya diketahui bahwa ada tingkah laku yang menyimpang dari sang perawi.
     4. Adanya pertentangan dengan Alquran, hadis mutawatir atau dengan ijma dan akal sehat.

Faktor-faktor yang penyebab munculnya hadis maudhu’
        Seperti yang dikutip dari buku Ulumul Hadis (Agus Solahudin dan Agus Suyadi : 176-181) Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan timbulnya hadis-hadis maudhu’, antara lain sebagai berikut.
1.      Pertentangan politik dalam soal pemilihan khalifah
        Pertentangan di antara umat Islam timbul setelah terjadinya pembunuhan terhadap khalifat Usman bin Affan oleh para pemberontak dan khalifah digantikan oleh Ali bin Abi Talib.
        Umat Islam pada masa itu terpecah-pecah menjadi beberapa golongan, seperti golongan yang ingin menuntut bela terhadap Kematian Khalifah Usman bin Affan dan golongan yang mendukung Saiyidina Ali bin Abi Talib (Syi’ah). Setelah perang Siffin, muncul pula beberapa golongan lainnya seperti khawarij dan golongan pendukung Muawwiyah.
        Di antara golongan-golongan tersebut, untuk mendukung golongannya masing-masing, mereka membuat hadis palsu. Yang pertama dan paling banyak membuat hadis maudhu’ adalah golongan Syi’ah[12] dan Rafidhah[13]. 2
       Orang-orang Syi’ah membuat hadis maudhu’ (palsu) tentang keutamaan-keutamaan Ali dan Ahli Bait. Di samping itu, mereka membuat hadis maudhu’ dengan maksud mencela dan menjelek-jelekkan Abu Bakar r.a dan Umar r.a.
        Di antara hadis yang dibuat oleh golongan Syi’ah adalah :
Barangsiapa yang ingin melihat Allah tentang ketinggian ilmunya, ingin melihat Nuh tentang ketakwaannya, ingin melihat Musa tentang kehebatannya, ingin meihat Isa tentang ibadahnya, hendaklah ia melihat Ali”.
Apabila kamu melihat Muawiyyah atas mimbarku, bunuhlah dia”.
     Gerakan-gerakan orang Syi’ah tersebut diimbangi oleh golongan jumhur yang bodoh dan tidak tahu akibat dari pemalsuan hadis tersebut dengan membuat hadis-hadis  palsu.
“Tak ada satu pohon pun dalam surga melainkan tertulis pada tiap-tiap daunnya: La ilaha ilallah, Muhammadur Rasulullah, Abu Bakar Ash-Shiddieq, ‘Umar bin Khatab dan Usman Dzunnuraini”.
      Golongan yang fanatik terhadap Muawwiyah membuat pula hadis palsu yang menerangkan keutamaan Muawwiyah, di antaranya :
“Orang yang tepercaya itu ada tiga, yaitu Aku, Jibril dan Muawwiyah”.
        Perlu ditegaskan bahwa walaupun golongan Khawarij merupakan golongan yang keluar dari Ahlus sunnah wal jama’ah, mereka tidak suka membuat hadis maudhu’ untuk menguatkan mazhabnya. Jadi, tidak benar jika ada ulama yang mengatakan bahwa Khawarij dalam memperkuat mazhabnya membuat hadis maudhu’.
        Hal tersebut dikatakan oleh Abu Daud bahwa tidak ada di dalam golongan pengikut nafsu, yang lebih berat perkataannya dan lebih shahih hadisnya, selain golongan Khawarij.
        Mereka tidak melakukan pemalsuan hadis dikarenakan oleh doktrin mereka yang mengkafirkan orang-orang yang melakukan dosa besar, apalagi berdusta atas nama Nabi Muhammad saw.
2.      Adanya Kesengajaan dari Pihak Lain untuk Merusak Ajaran Islam
        Golongan ini adalah golongan yang terdiri dari golongan Zindiq, Yahudi, Majusi dan Nasrani yang senantiasa menyimpan dendam terhadap agama Islam, bahkan dalam Islam pun tidak membenarkan mengikuti atau percaya kepada mereka.[14] Mereka tidak mampu melawan kekuatan Islam secara terbuka, maka mereka menciptakan sejumlah besar hadis maudhu’ dengan tujuan merusak ajaran Islam.
        Faktor ini merupakan faktor awal munculnya hadis maudhu’. Hal ini berdasarkan peristiwa Abdullah bin Saba’[15] ang mencoba memecah belah Islam dengan bertopeng kecintaan kepada Ahli Bait.
       Di antara hadis maudhu’ yang diciptakan oleh orang-orang Zindiq[16] tersebut,  adalah :
“Tuhan kami turun dari langit pada sore hari, di ‘Arafah dengan berkendaraan unta kelabu, sambil berjabatan tangan dengan orang-orang yang berkendaraan dan memeluk orang-orang yang sedang berjalan”.
“Melihat (memandang) muka yang indah ialah ibadah”
3.      Mempertahankan madzhab dalam Masalah Fikih dan Masalah Kalam
       Para pengikut madzhab fikih dan kalam yang bodoh dan dangkal ilmunya membuat pula hadis-hadis palsu untuk menguatkan paham pendirian imamnya. Mereka yang fanatik terhadap madzhab Abu Hanifah yang menganggap tidak shah shalat mengangkat kedua tangan dikala shalat, membuat hadis madhu’ sebagai berikut.
“Barangsiapa yang mengangkat kedua tangannya di dalam shalat, tidak sah shalatnya”.
 4.      Membangkitkan Gairah Beribadah untuk Mendekatkan Diri  kepada Allah
        Mereka membuat hadis-hadis palsu dengan tujuan menarik orang untuk mendekatkan diri kepada Allah, melalui amalan-amalan yang mereka ciptakan, atau dorongan-dorongan untuk meningkatkan amal, melalui hadis tarhib wa targhib (anjuran-anjuran untuk meninggalkan yang tidak baik dan untuk mengerjakan yang dipandangnya baik), dengan cara berlebih-lebihan.

       Seperti hadis-hadis yang dibuat Nuh ibn Abi Maryam tentang  keutamaan
 Al-qur’an.Ketika ditanya alasannya melakukan hal seperti itu,ia menjawab,”saya dapati manusia telah berpaling dari membaca Al-Qur’an maka saya membuat hadis-hadis ini untuk menarik minat umat kembali kepada Al-Qur’an.
 5.       Menjilat Para Penguasa untuk Mencari Kedudukan  atau Hadiah
        Ulama-ulama su’ membuat hadis palsu ini untuk membenarkan perbuatan-perbuatan para penguasa sehingga dari perbuatannya tersebut, mereka mendapat upah dengan diberi kedudukan atau harta.
        Seperti kisah Ghiyats bin Ibrahim An-Nakha’i yang datang kepada Amirul Mukminim AL-Mahdi, yang sedang bermain merpati. Lalu, ia menyebut hadis dengan sanadnya secara berturut-turut sampai kepada Nabi SAW., bahwasanya beliau bersabda,

“Tidak ada perlombaan, kecuali dalam anak panah, ketangkasan, menunggang kuda, atau burung yang bersayap”.

         Ia menambahkan kata, ’atau burung yang bersayap’, untuk menyenangkan Al-Mahdi, lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh ribu dirham. Setelah ia berpaling, sang Amir berkata, “Aku bersaksi bahwa tengkukmu adalah tengkuk pendusta atas nama Rasulullah SAW”, lalu ia memerintahkan untuk menyembelih merpati itu.

Contoh-contoh hadis Maudhu’ :
(1)
“Dari Ibnu Umar ia berkata : Telah bersabda Rasulullah saw. Barangsiapa pergi haji, tetapi dia tidak ziarah kepadaku, maka berarti dia tidak suka kepadaku”. (H.R. Ibnu ‘Adie, Daraquthie dan Ibnu Hibban).
(2)
“Buah terong itu penawar dari segala penyakit”
 (3)
“Anak zina itu tidak dapat masuk surga sampai tujuh keturunan”
(4)
“Barang siapa yang melawan yang melahirkan seorang anak, kemudian dinamai Muhammad, ia dan anaknya akan masuk surga”
(5)
“Tatkala nabi duduk bersama sahabat-sahabatnya di masjid, tiba-tiba datanglah Fatimah kepadanya, sambil berkata dari hal salat Asar. Maka beliau bersabda : “Bilanglah engkau (begini) Aku salat fardhu Asar empat rakaat tunai karena Allah yang Maha Mulia, dan bilanglah pula “Aku salat fardhu Dhuhur empat karena Allah yang Maha Mulia”[17]


BAB III
KESIMPULAN

      1.    Hadis jika ditinjau dari segi kuantitas perawi terbagi ke dalam dua, yaitu hadis mutawatir dan hadis ahad.
    2.   Hadis mutawatir merupakan hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi hadis dan mustahil berbuat dusta dan memiliki beberapa persyaratan-persyaratan khusus
      3.     Hadis Ahad merupakan hadis yang diriwayatkan oleh beberapa perawi hadis dan mustahil berbuat dusta, namun diantara perawi tersebut ada yang sedikit keliru hafalannya sehingga gugur lah salah satu persyaratan hadis mutawatir.
      4.     Hadis mutawatir diklasifikan atas tiga, yaitu mutawatir Ma’nawi, mutawatir ‘Amali, mutawatir Lafdzi   
      5.      Hadis ahad terbagi menjadi tiga, yaitu hadis Masyur, hadis ‘Aziz, dan hadis Gharib. 
    6. Hadis jika diklasifikasikan berdasarkan kualitas perawi terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu hadis shahih, hadis dhaif’ dan hadis hasan. 
     7. Hadis maudhu’ merupakan hadis yang diklasifikan berdasarkan cacat pada keadilan dan ke-dhabit-an Rawi.


DAFTAR PUSTAKA


Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis. Jakarta : Amzah.

A.Hassan. Kitab Soal-Jawab Tentang Berbagai Masalah Agama, jil 1-2, Bandung: Diponegoro      Bandung, 1968.

Ibnu Kasir, Tafsir Ibnu Kasir juz 5An-Nisa 24 s.d An-Nisa 147, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000.

M. Agus  Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, Bandung: Pustaka Setia, 2008.

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah&Pengantar Ilmu HadistSemarang: Pustaka Rizki Putra, 2009.





     [1] Ibnu Kasir, Tafsir Ibnu Kasir juz 5An-Nisa 24 s.d An-Nisa 147, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000) hlm. 273-276.
     [2] Bacalah buku Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis. (Jakarta : Amzah). hal. 87-93.
     [3]Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy,  Sejarah&Pengantar Ilmu Hadist, (Semarang: Pustaka Riski Putra, 2009) hlm. 24-25.
     [4] Orang yang meriwayatkan hadis.
     [5]Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis. (Jakarta : Amzah). hal. 147.
     [6] M.Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis. (Bandung : Pustaka Setia). Hal. 130-131.
     [7] Ibid. Hal. 131-132.
   [8] Thabaqat adalah sekelompok orang yang berdekatan dalam usia dan isnad, atau berdekatan dalam isnad saja. Maksud berdekatan isnad adalah mereka memiliki guru yang sama, atau berdekatan guru-gurunya. Contohnya thabaqat pertama adalah para sahabat nabi.
     [9] Ibid. Hal. 142.
   [10] Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah&Pengantar Ilmu Hadist,. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009. Hlm. 301.  
   [11] Maksudnya orang yang mendengarkan pembicaraan sebagaimana mestinya, dia memahami pembicaraan itu secara benar, kemudian menghafalnya dan sanggup menyampaikan hafalannya kapan saja dia menghendakinya.
     [12] Syi’ah adalah pendukung berat keluarga nabi (ahlul al-bayt) dan lebih mengutamakan Ahl bait daripada sahabat yang bukan keluarga nabi saw. tetapi tidak sampai mencaci, membenci, atau mengkafirkan  para sahabat, terutama Abu Bakar dan Umar.
      [13] Rafidhah Adalah suatu sekelompok penganut Syi’ah yang memandang Ali dan anak cucunya lebih utama dari Abu Bakar dan Umar serta mencaki-maki mereka.
      [14] Baca Tafsir Ibnu Kasir, 3/132.
      [15] Menurut www.wikipedia.org merupakan orang Yahudi yang masuk Islam pada masa Khalifah Usman bin Affan dan kemudian menyulut pemberontakan terhadap Khalifah waktu itu, serta sekaligus menjadi tokoh pendiri Syi’ah.
    [16] Zindiq menurut bahasa artinya kotoran yang membahayakan, sedangkan menurut istilah berarti golongan atau orang yang sengaja membuat penyimpangan dalam penafsiran nash-nash Alquran.
     [17]Dikutip dari Soal-Jawab Tentang Berbagai Masalah Agama (A.Hassan : 423) 

0 komentar: