(Baca Juga : Artikel tentang Pengaruh Kebudayaan Pra Islam terhadap Budaya Aceh Berbasis Syariah Islam)
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Hadis merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Alquran[1].
Hadis diklasifikasi oleh Ulama untuk memudahkan umat Islam dalam memahami
makna, ciri-ciri hadis, jenis-jenis hadis, perbedaan antarhadis serta untuk
mencari hujjah (alasan hukum). Oleh karena
itu, pada kesempatan ini makalah ini akan membahas tentang “Klasifikasi Hadis dari Berbagai Aspeknya”.
Makalah ini disusun dengan semaksimal mungkin. Oleh karena itu, kami sangat
menghargai kritikan dan saran sebagai kesempurnakan makalah ini.
B.
RUMUSAN MASALAH
Hadis telah melewati masa kodifikasi yang panjang, yaitu selama tujuh
periode lamanya. Pada masa setelah Rasulullah saw. wafat kondisi sahabat sangat
berhati-hati dalam meriwayatkan hadis karena konsentrasi mereka kepada Alquran
yang baru dikodifikasi pada masa Abu Bakar merupakan tahap awal dan masa
Khalifah Usman tahap kedua. Masa ini dikenal dengan masa taqlil ar–riwayah (pembatasan periwayatan), para sahabat tidak meriwatkan hadis kecuali
disertai dengan saksi dan bersumpah bahwa hadis yang ia riwayatkan benar-benar
bersumber dari Nabi Muhammad Saw. Pada masa kodifikasi ini lah lahir hadis-hadis
palsu untuk mencari keuntungan semata.[2]
Melihat
kepada sejarah dan perkembangan hadis[3]
banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran dalam hadis, seperti adanya hadis maudhu’ (palsu) dan hadis mungkar. Hal
ini dikarenakan setelah Rasulullah saw. wafat, sedikit demi sedikit Islam mulai
kembali ke masa jahiliyah dan banyaknya pendusta, seperti contoh hadis palsu
yang artinya “Terong adalah obat
segala penyakit”. Ini merupakan suatu kemunduran Islam saat itu.
Selain itu, timbulnya perpecahan umat Islam juga menjadi faktor pemalsuan
hadis.
C.
TUJUAN
a)
Mengetahui klasifikasi
hadis berdasarkan kuantitas perawinya
b)
Mengetahui
klasifikasi hadis berdasarkan kualitas perawinya
c) Syarat-syarat hadis dan sahih dan perbedaannya dengan hadis hasan
d)
Hadis dha’if dan macam-macamnya
e)
Hadis maudhu’
BAB II
PEMBAHASAN
A. KLASIFIKASI
HADIS BERDASARKAN KUANTITAS PERAWINYA
Ditinjau
berdasarkan jumlah kuantitas perawinya[4],
maka hadis terbagi ke dalam dua macam, yaitu hadis mutawatir dan hadis ahad.
Supaya lebih jelas, perhatikan bagan pengklasifikasian hadis ditinjau dari segi Kuantitas Perawi berikut ini.
1.
Hadis Mutawatir
a)
Pengertian dan
Syarat-Syarat Hadis Mutawatir
Mutawatir berasal dari kata al-mutatabi yang artinya “yang datang
kemudian”, “beriringan”, atau “beruntun”. Secara istilah, hadis mutawatir adalah suatu hadis yang
bersifat indriawi (didengar atau dilihat) yang diriwayatkan oleh orang banyak
yang mencapai maksimal diseluruh tingkatan sanad dan menurut tradisi mustahil
mereka berdusta. Berdasarkan definisi tersebut, ada empat kriteria hadis mutawatir, yaitu sebagai berikut.
a. Diriwayatkan
sejumlah orang banyak
Para perawi hadis mutawatir
syaratnya harus berjumlah banyak. Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah
banyak pada para perawi hadis tersebut dan tidak ada pembatasan yang tetap. Di
antara mereka berpendapat 4 orang, 5 orang, 10 orang (karena ia minimal katsrah), 40 orang, 70 orang (jumlah
Sahabat Musa as), bahkan ada yang berpendapat 300 orang lebih. Namun, pendapat
yang terpilih minimal 10 orang seperti pendapat Al-Ishthikhari.[5]
b. Adanya jumlah
banyak pada seluruh tingkatan sanad
Jumlah
banyak orang pada setiap tingkatan sanad dari awal hingga akhir sanad. Jika
jumlah banyak tersebut hanya pada sebagian sanad saja maka tidak dinamakan mutawatir, tetapi dinamakan ahad atau wahid. Persamaan jumlah perawi
tidak berarti harus sama jumlah angka nominalnya, mungkin saja jumlah angka
nominalnya berbeda, namun nilai verbalnya sama, yaitu sama banyak. Misalnya,
pada awal tingkatan sanad 10 orang, tingkatan sanad berikutnya menjadi 20
orang, 40 orang, 100 orang, dan seterusnya. Jumlah yang seperti ini tetap
dinamakan sama banyak dan tergolong mutawatir.
c. Mustahil
bersepakat bohong
Misalnya para perawi dalam
sanad itu datang dari berbagai negara yang berbeda, jenis yang berbeda, dan
pendapat yang berbeda pula. Sejumlah para perawi yang banyak ini secara logika
mustahil terjadi adanya kesepakatan berbohong secara tradisi.
Pada masa perkembangan hadis,
berbeda dengan masa modern. Di samping kejujuran, dan daya ingatan yang masih
andal, transportasi tiap daerah tidak semudah sekarang ini, sehingga tidak
mungkin mereka berdusta.
d. Sandaran
berita itu pada Panca indera
Artinya berita itu didengar
dengan telinga atau dilihat dengan mata dan disentuh dengan kulit, tidak
disandarkan pada logika atau akal. Jika berita hadis itu logis, tidak indrawi
maka dikatakan tidak mutawatir.
Contohnya ungkapan “Kami mendengar (dari Rasulullah bersabda begini) atau “Kami sentuh atau kami melihat (Rasulullah
melakukan begini dan seterusnya)”.
Berdasarkan 4 kristeria hadis mutawatir di atas, maka jumlah hadis mutawatir sedikit dan langka
dibandingkan dengan hadis ahad.
b)
Klasifikasi Hadis Mutawatir
Para
Ulama membagi hadis Mutawatir ke
dalam tiga, yaitu mutawatir lafdzi, mutawatir
maknawi, dan mutawatir amali.
a. Mutawatir
Lafdzi
Hadis Mutawatir Lafdzi adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang banyak
yang susunan redaksi dan maknanya sesuai benar antara riwayat satu dengan
lainnya.
Contoh hadis mutawatir lafzhi adalah, yang artinya : “Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku, hendaklah ia
bersiap-siap menduduki tempat duduknya di neraka”. (H.R. Bukhari)
Menurut
Abu Bakar Al-Bazzar, hadis tersebut diriwayatkan oleh 40 orang sahabat.
Sebagaian Ulama mengatakan bahwa hadis tersebut diriwayatkan oleh 62 orang
sahabat dengan lafal dan makna yang sama. Hadis tersebut pada sepuluh kitab
hadis, yaitu Al-Bukhari,Muslim,
Ad-Darimi, Abu Dawud, Ibn Majah, At-Tirmidhi, At-Thayasili, Abu Hanifah,
Ath-Thabrani, dan Al-Hakim.[6]
b. Mutawatir
Ma’nawi
Hadis mutawatir Ma’nawi adalah hadis yang lafal dan maknanya berlainan
antara satu riwayat dengan riwayat lainnya, tetapi terdapat kesesuaian makna
secara umum (kulli).
Contoh hadis mutawatir ma’nawi yang artinya : “Nabi
Saw. tidak mengangkat kedua tangannya dalam doa-doa beliau, kecuali dalam salat
istiqa, dan beliau mengangkat tangannya hingga tampak putih-putih kedua
ketiaknya”. (H.R. Bukhari)
Hadis-hadis yang semakna
dengan hadis tersebut banyak sekali, lebih dari 100 hadis.[7]
c.
Mutawatir ‘Amali
Hadis Mutawatir
‘Amali adalah :
Sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa ia
dari agama dan telah mutawatir di kalangan umat Islam bahwa Nabi saw.
mengajarkannya atau menyuruhnya atau selain dari itu. Dari hal itu dapat
dikatakan soal yang telah disepakati.
Contoh hadis mutawatir ‘Amali adalah berita-berita yang menerangkan waktu dan
rakaat shalat, shalat jenazah, shalat ‘Ied,
hijab perempuan yang bukan mahram, kadar zakat, dan segala rupa amal yang telah
menjadi kesepakatan, ijma.
2.
Hadis Ahad
a)
Pengertian Hadis Ahad
Hadis ahad adalah hadis yang jumlah rawinya tidak sampai pada jumlah mutawatir, tidak memenuhi syarat mutawatir, dan tidak pula sampai pada
derajat mutawatir.
b)
Klasifikasi hadis
Ahad
1.
Hadis Masyur
Hadis Masyur adalah hadis
yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih pada setiap thabaqah-tidak mencapai derajat mutawatir.
Contoh hadis masyur adalah :
“Seorang
mukmin adalah orang yang menyelamatkan sesama muslim lainnya dari gangguan
lidah dan tangannya”.
2.
Hadis ‘Aziz
‘Aziz menurut
bahasa adalah Asy-Safief (yang
mulia), sedangkan menurut istilah adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua
orang, walaupun dua orang tersebut terdapat pada satu thabaqah[8]
saja, kemudian orang-orang meriwayatkannya.
Contoh hadis ‘Aziz
“Kami adalah orang-orang
terakhir di dunia yang terdahulu pada hari kiamat”. (H.R.
Ahmad dan An-Nasa’i)
3.
Hadis Gharib
‘Gharib menurut bahasa artinya (1)yang jauh dari tanah dan (2) kalimat
yang sukar dipahami. Sedangkan menurut istilah, hadis ‘Gharib adalah hadis yang diiriwayatkan oleh seorang rawi yang
menyendiri dalam meriwayatkan baik menyendiri orangnya, yakni tidak ada orang
yang meriwayatkan selain rawi itu sendiri. Juga dapat mengenai sifat atau
keadaan rawi, artinya sifat atau keadaan rawi itu berbeda dengan sifat dan
keadaan rawi-rawi lain yang juga meriwayatkan hadis tersebut.
Contoh hadis gharib,
“Dari
Abu Hurairah r.a dari Nabi saw. telah
bersabda, Iman itu bercabang-cabang menjadi 60 cabang dan malu itu salah
satu cabang dari iman” (H.R.
Bukhari)
Hadis Gharib diklasifikan ke dalam dua macam jika ditinjau dari segi
bentuk penyendirian rawi.
1)
Hadis Gharib muthlaq
Gharib mutlak adalah hadis yang rawinya
menyendiri dalam meriwayatkan hadis tersebut. Penyendirian rawi hadis Gharib tersebut berpangkal pada
tempat ashlus sanad, yakni tabiin
bukan sahabat.
2)
Hadis Gharib nisby
Gharib nisby adalah apabila
penyendirian hadis mengenai sifat-sifat atau keadaan tertentu dari seorang
rawi, mempunyai beberapa kemungkinan, antara lain :
·
Sifat keadilan dan
ke-dhabit-an (ke-tsiqat-an) rawi.
·
Kota atau tempat
tinggal tertentu.
·
Meriwayatkannya
dari orang tertentu.
Apabila penyendirian itu ditinjau dari segi letaknya apakah terletak di
sanad atau matan, hadis gharib terbagi
lagi ke dalam tiga macam, yaitu :
·
Gharib pada
sanad dan matan.
· Gharib pada
sanadnya saja.
·
Gharib pada
sebagian matannya.
B. KLASIFIKASI
HADIS BERDASARKAN KUALITAS RAWI
Hadis ditinjau dari segi kualitas rawi yang meriwayatkannya, terbagi
dalam tiga macam, yaitu sahih, hasan dan Dhaif.
1. Hadis Sahih
a.
Pengertian hadis
sahih
Sahih menurut
bahasa artinya sehat, haq dan kuat.
Menurut ulama ahli hadis, hadis sahih adalah hadis yang sanadnya bersambung, dikutip oleh orang yang
adil lagi cermat dari orang yang sama, sampai berakhir pada Rasulullah saw.,
atau sahabat atau tabiin, bukan hadis yang syadz
(kontroversi) dan terkena ‘illat yang
menyebabkan cacat dalam penerimaannya.
b.
Syarat-syarat hadis
sahih
Menurut muhadisin, suatu hadis
dapat dinilai sahih apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
1. Rawinya
bersifat adil
Menurut Ar-Razi, keadilan adalah tenaga jiwa yang mendorong untuk selalu
bertindak takwa, menjauhi perbuatan dosa-dosa besar, menjauhi kebiasaan melakukan
dosa-dosa kecil, dan meninggalkan perbuatan-perbuatan mubah yang menodai
marwah, seperti makan sambil berdiri di jalanan, buang air kecil di tempat yang
disediakan bukan untuknya, dan bergurau berlebihan.[9]
Menurut Syuhudi Ismail, kriteria-kriteria periwayat yang bersifat adil
adalah :
- · Beragama Islam.
- Berstatus mukalaf (Al-Mukallaf).
- Melaksanakan ketentuan agama.
- Memelihara marwah.
2. Rawinya
bersifat dhabit
Dhabit adalah rawi yang bersangkutan
dapat menguasai hadisnya dengan baik, baik dengan hafalan yang kuat atau dengan
kitabnya, lalu ia mampu mengungkapkannya kembali ketika meriwayatkannya.
Kalau seseorang mempunyai ingatan yang kuat, sejak menerima hingga
menyampaikan kepada orang lain dan ingatannya itu sanggup dikeluarkan kapan dan
di mana saja dikehendaki, orang itu dinamakan dhabtu shadri. Kemudian, kalau apa yang disampaikan itu berdasar
pada buku catatannya (teks book) ia
disebut dhabtu kitab. Rawi yag adil
dan sekaligus dhabith disebut tsiqat.
3. Sanadnya
bersambung
Yang dimaksud dengan ketersambungan sanad adalah bahwa
setiap rawi hadis yang bersangkutan benar-benar menerimanya dari
rawi yang berada di atasnya dan begitu selanjutnya sampai kepada pembicara yang
pertama.
Untuk mengetahui bersambung atau tidaknya
suatu sanad, biasanya ulama hadis menempuh tata kerja penelitian
berikut:
- · Mencatat semua nama rawi dalam sanad yang diteliti.
- · Mempelajari sejarah hidup masing-masing rawi.
- · Meneliti kata-kata yang menghubungkan antara para rawi dan rawi yang terdekat dengan sanad.
Jadi,
suatu sanad hadis dapat
dinyatakan bersambung apabila :
·
Seluruh rawi dalam
sanad itu benar-benar tsiqat (adil dan dhabit)
·
Antar masing-masing
rawi dengan rawi terdekat sebelumnya dalam sanad itu benar-benar telah terjadi
hubungan periwayatan hadis secara sah menurut ketentuan tahamul wa ad al-hadis.
4.
Tidak ber-‘Illat
Maksudnya bahwa hadis yng bersangkutan terbebas dari
cacat kesahihannya, yakni hadis itu terbebas dari sifat-sifat samar yang
membuatnya cacat, meskipun tampak bahwa hadis itu tidak menunjukkan
adanya cacat tersebut.
5.
Tidak
syadadz (janggal)
Kejanggalan hadis terletak pada adanya perlawanan antara suatu hadis
yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul
(yang dapat diterima periwayatannya) dengan hadis yang diriwayatkan oleh rawi
yang lebih kuat (rajih) dari padanya,
disebabkan kelebihan jumlah sanad dalam ke-dhabit-an atau adanya segi-segi tarjih yang lain.
Jadi,
hadis sahih adalah hadis yang
rawinya adil dan sempurna ke-dhabit-annya, sanadnya muttashil,
dan tidak cacat matannya marfu’,
tidak cacat dan tidak
janggal.
Hadis shahih terbagi menjadi dua, yaitu
shahih li dzatih dan shahih li ghairih. Sahih li dzatih
adalah hadis sahih yang memenuhi syarat-syaratnya secara maksimal, seperti yang
telah disebutkan di atas. Adapun hadis
shahuh li ghairih adalah hadis shahih
yang tidak memenuhi syarat-syaratnya secara maksimal. Misalnya, rawinya yang
adil tidak sempurna ke-dzabit-annya (kapasitas
intelektualnya rendah). Bila jenis ini dikukuhkan oleh jalur lain semisal, maka
ia menjadi shahih lil ghairih. Dengan
demikian, shahih li ghairih adalah
hadis yang keshahihannya disebabkan oleh faktor lain karena memenuhi
syarat-syarat secara maksimal. Misalnya, hadis hasan yang diriwayatkan melalui
beberapa jalur, bisa naik derajat dari derajat hasan ke derajat sahih.
Hadis sahih yang paling tinggi
derajatnya adalah hadis
yang bersanad ashahul sanad,
kemudian berturut-turut
sebagai berikut:
1.
Hadis
yang disepakati oleh bukhari muslim
2.
Hadis
yang diriwatkan oleh imam bukhari sendiri
3.
Hadis
yang diriwayatkan oleh imam muslim sendiri.
4.
Hadis
sahih yang diriwatkan menurut
syarat-syarat Bukhari
dan Muslim, sedangkan kedua imam
itu men-takhrij-nya.
5.
Hadis
sahih menurut syarat bukhari, sedangkan
Imam Bukhari sendiri tidak
men-takhrij-nya.
6.
Hadis
sahih menurut syarat Muslim, sedangkan Imam Muslim sendiri
tidak mn-takhrij-nya.
7. Hadis
sahih yang tidak menurut salah satu syarat dari kedua Imam Bukhari dan Muslim. Ini berarti si pen-takhrij tidak mengambil hadis dari
rawi-rawi atau guru-guru Bukhari
dan Muslim, yang telah beliau
sepakati bersama atau yang masih disahihkan, akan
tetapi, hadis
yang di-takhrij-kan tersebut, disahihkan oleh
imam-imam hadis kenamaan. Misalnya
hadis-hadis sahih yang terdapat pada sahih
Ibnu Huzaimah, shahih Ibnu Hibban, dan sahih Al-Hakim.
2.
Hadis
Dhaif
a.
Pengertian Hadis Dhaif
Dhaif
menurut lughat adalah lemah,lawan dari qawi
(yang kuat). Adapun menurut muhaditsin, hadis
Dhaif adalah semua
hadis yang tidak terkumpul padanya
sifat-sifat bagi hadis yang diterima dan menurut pendapat kebanyakan ulama;
hadis Dhaif
adalah yang tidak terkumpul padanya sifat hadis sahih dan hasan.
b.
Klasifikasi Hadis Dhaif
Para
ulama muhaditsin mengemukakan
sebab-sebab tertolaknya hadis dari dua jurusan, yakni dari jurusan sanad dan
jurusan matan.
Sebab-sebab tertolaknya
hadis dari jurusan sanad adalah:
1)
Terwujudnya cacat-cacat
pada rawinya, baik tentang keadilan maupun ke-dhabit-annya.
2)
Ketidaksambungannya
sanad, dikarenakan
adalah seorang rawi atau lebih, yang
digugurkan atau saling tidak bertemu satu sama lain.
3) Adapun cacat pada
keadilan dan ke-dhabit-an rawi itu
ada sepuluh macam, yaitu
sebagai berikut:
1.
Dusta
2.
Tertuduh dusta
3.
Fasik
4.
Banyak salah
5.
Lengah dalam menghafal
6.
Menyalahi riwayat orang
kepercayaan
7.
Banyak waham
(purbasangka)
8.
Tidak diketahui
identitasnya
9.
Penganut bid’ah
10. Tidak
baik hafalannya
Klasikasi Hadis dhaif berdasarkan cacatnya rawi
1. Hadits Maudhu' adalah hadits yang
diciptakan oleh seorang pendusta yang
ciptaan itu mereka katakan bahwa itu adalah sabda Nabi SAW, baik hal itu
disengaja maupun tidak.
2.
Hadits Matruk adalah hadits yang
menyendiri dalam periwayatan, yang
diriwayatkan oleh orang yang dituduh dusta dalam perhaditsan
3. Hadits Munkar adalah hadits yang
menyendiri dalam periwayatan, yang
diriwayatkan oleh orang yang banyak kesalahannya, banyak kelengahannya atau
jelas kefasikannya yang bukan karena dusta.
4. Hadits Mu'allal
(Ma'lul, Mu'all) adalah hadits yang tampaknya
baik, namun
setelah diadakan suatu penelitian dan penyelidikan ternyata ada cacatnya
5. Hadits Mudraj
(saduran) adalah hadits yang disadur dengan sesuatu yang bukan hadits atas
perkiraan bahwa saduran itu termasuk hadits.
6. Hadits Maqlub adalah hadits yang
terjadi mukhalafah (menyalahi hadits
lain), disebabkan memutar balikkan urutan Perawi.
7.
Hadits Mudltharrib adalah hadits yang menyalahi
hadits dengan mengganti
rawi.
8. Hadits Muharraf adalah hadits yang menyalahi
hadits lain terjadi disebabkan
karena perubahan Syakal kata, dengan
masih tetapnya bentuk
tulisannya.
9. Hadits
Mushahhaf adalah hadits yang mukhalafahnya karena perubahan
titik kata, sedang bentuk tulisannya tidak berubah.
10. Hadits Mubham:
adalah hadits yang didalam matan atau sanadnya
terdapat
seorang rawi yang tidak dijelaskan apakah ia laki-laki atau perempuan
11. Hadits Syadz (kejanggalan):
adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang makbul (tsiqah) menyalahi riwayat yang lebih rajih.
12. Hadits Mukhtalith adalah
hadits yang rawinya buruk hafalannya, disebabkan sudah lanjut usia, tertimpa
bahaya, terbakar atau hilang kitab-kitabnya.
3.
Hadis
Hasan
a.
Pengertian Hadis
hasan
Hasan, menurut lughat adalah sifat
musyabahah dari ‘Al-Husna’, artinya
bagus. Menurut Ibnu Hajar, hadis hasan adalah hadis yang bersambung-sambung
sanadnya dengan orang-orang yang adil, tetapi sedikit kurang dari segi ingatan.[10]
Seperti hadis sahih lain juga, hadis
hasan pun terbagi atas hasan li dzatih dan
hasan li ghairih. Hadis yang memenuhi
segala syarat-syarat hadis hasan disebut hadis hasan li dzatih. Syarat untuk hadis hasan adalah sebagaimana syarat untuk
hadis shahih, kecuali bahwa para rawinya hanya termasuk kelompok ke empat (shaduq) atau istilah lain yang setara
atau sama dengan tingkatan tersebut.
Adapun hasan li
ghairih adalah hadis Dhaif yang
bukan dikarenakan rawinya pelupa, banhyak salah dan orang fasik, yang mempyunyai
muttabi’ dan syahid. Hadis Dhaif yang
karena buruk hafalannya (su’u al hifdzi),
tidak dikenal indentitasnya (mastur),
dan mudallis (menyembunyikan cacat)
dapat naik derajatnya dari menjadi hasan
li ghairih karena dibantu oleh hadis hadis lain yang seminal dan semakna
atau banyak rawi yang meriwayatkannya.
C. HADIS MAUDHU’
Hadis Maudhu’ ialah hadis yang
dibuat oleh seseorang (hadis palsu)yang ciptaannya itu dinisbahkan kepada
Rasulullah saw. secara palsu dan dusta, baik disengaja maupun tidak. Hadis maudhu’ merupakan hadis yang
diklasifikasikan berdasarkan cacat pada keadilan dan ke-dhabit-an rawi.[11]
Sama seperti hadis yang lain, hadis maudhu’
juga memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri tersebut ialah :
1. Adanya pengakuan dari si pembuat hadis. Pernah seorang ulama
menanyakan suatu hadis kepada perawinya dan perawi tersebut mengakui bahwa ia
memang menciptakan hadis tersebut untuk suatu keperluan.
2. Adanya indikasi yang memperkuat, misalnya seorang rawi mengaku menerima suatu hadis
dari seorang tokoh, padahal ia belum pernah bertemu dengan tokoh tersebut, atau
tokoh tersebut telah meninggal sebelum perawi itu lahir.
3. Adanya indikasi dari sisi tingkah laku sang perawi, misalnya diketahui bahwa ada tingkah
laku yang menyimpang dari sang perawi.
4. Adanya pertentangan dengan Alquran, hadis mutawatir atau
dengan ijma dan akal sehat.
Faktor-faktor
yang penyebab munculnya hadis maudhu’
Seperti yang dikutip dari buku Ulumul Hadis (Agus Solahudin dan Agus
Suyadi : 176-181) Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan timbulnya
hadis-hadis maudhu’, antara lain
sebagai berikut.
1. Pertentangan
politik dalam soal pemilihan khalifah
Pertentangan di antara umat Islam timbul setelah terjadinya pembunuhan
terhadap khalifat Usman bin Affan oleh para pemberontak dan khalifah digantikan
oleh Ali bin Abi Talib.
Umat Islam pada masa itu terpecah-pecah menjadi beberapa golongan,
seperti golongan yang ingin menuntut bela terhadap Kematian Khalifah Usman bin
Affan dan golongan yang mendukung Saiyidina Ali bin Abi Talib (Syi’ah). Setelah perang Siffin, muncul
pula beberapa golongan lainnya seperti khawarij dan golongan pendukung
Muawwiyah.
Di antara golongan-golongan tersebut, untuk mendukung golongannya
masing-masing, mereka membuat hadis palsu. Yang pertama dan paling banyak
membuat hadis maudhu’ adalah golongan
Syi’ah[12]
dan Rafidhah[13]. 2
Orang-orang Syi’ah membuat hadis maudhu’
(palsu) tentang keutamaan-keutamaan Ali dan Ahli Bait. Di samping itu, mereka
membuat hadis maudhu’ dengan maksud
mencela dan menjelek-jelekkan Abu Bakar r.a dan Umar r.a.
Di antara hadis yang dibuat oleh golongan Syi’ah adalah :
“Barangsiapa
yang ingin melihat Allah tentang ketinggian ilmunya, ingin melihat Nuh tentang
ketakwaannya, ingin melihat Musa tentang kehebatannya, ingin meihat Isa tentang
ibadahnya, hendaklah ia melihat Ali”.
“Apabila
kamu melihat Muawiyyah atas mimbarku, bunuhlah dia”.
Gerakan-gerakan orang Syi’ah tersebut diimbangi oleh golongan jumhur yang bodoh dan tidak tahu akibat
dari pemalsuan hadis tersebut dengan membuat hadis-hadis palsu.
“Tak ada
satu pohon pun dalam surga melainkan tertulis pada tiap-tiap daunnya: La ilaha
ilallah, Muhammadur Rasulullah, Abu Bakar Ash-Shiddieq, ‘Umar bin Khatab dan
Usman Dzunnuraini”.
Golongan yang fanatik terhadap Muawwiyah
membuat pula hadis palsu yang menerangkan keutamaan Muawwiyah, di antaranya :
“Orang
yang tepercaya itu ada tiga, yaitu Aku, Jibril dan Muawwiyah”.
Perlu ditegaskan bahwa walaupun golongan Khawarij merupakan golongan
yang keluar dari Ahlus sunnah wal jama’ah,
mereka tidak suka membuat hadis maudhu’
untuk menguatkan mazhabnya. Jadi, tidak benar jika ada ulama yang mengatakan
bahwa Khawarij dalam memperkuat mazhabnya membuat hadis maudhu’.
Hal tersebut dikatakan oleh Abu Daud bahwa tidak ada di dalam golongan
pengikut nafsu, yang lebih berat perkataannya dan lebih shahih hadisnya, selain
golongan Khawarij.
Mereka tidak melakukan pemalsuan hadis dikarenakan oleh doktrin mereka
yang mengkafirkan orang-orang yang melakukan dosa besar, apalagi berdusta atas
nama Nabi Muhammad saw.
2. Adanya
Kesengajaan dari Pihak Lain untuk Merusak Ajaran Islam
Golongan ini adalah golongan yang terdiri dari golongan Zindiq, Yahudi,
Majusi dan Nasrani yang senantiasa menyimpan dendam terhadap agama Islam,
bahkan dalam Islam pun tidak membenarkan mengikuti atau percaya kepada mereka.[14]
Mereka tidak mampu melawan kekuatan Islam secara terbuka, maka mereka
menciptakan sejumlah besar hadis maudhu’
dengan tujuan merusak ajaran Islam.
Faktor ini merupakan faktor awal munculnya hadis maudhu’. Hal ini berdasarkan peristiwa Abdullah bin Saba’[15]
ang mencoba memecah belah Islam dengan bertopeng kecintaan kepada Ahli Bait.
Di
antara hadis maudhu’ yang diciptakan
oleh orang-orang Zindiq[16] tersebut, adalah :
“Tuhan
kami turun dari langit pada sore hari, di ‘Arafah dengan berkendaraan unta
kelabu, sambil berjabatan tangan dengan orang-orang yang berkendaraan dan
memeluk orang-orang yang sedang berjalan”.
“Melihat
(memandang) muka yang indah ialah ibadah”
3. Mempertahankan
madzhab dalam Masalah Fikih dan Masalah Kalam
Para pengikut madzhab fikih dan kalam yang bodoh dan dangkal ilmunya
membuat pula hadis-hadis palsu untuk menguatkan paham pendirian imamnya. Mereka
yang fanatik terhadap madzhab Abu Hanifah yang menganggap tidak shah shalat
mengangkat kedua tangan dikala shalat, membuat hadis madhu’ sebagai berikut.
“Barangsiapa
yang mengangkat kedua tangannya di dalam shalat, tidak sah shalatnya”.
4. Membangkitkan
Gairah Beribadah untuk Mendekatkan Diri
kepada Allah
Mereka membuat hadis-hadis palsu dengan tujuan menarik orang untuk
mendekatkan diri kepada Allah, melalui amalan-amalan yang mereka ciptakan, atau
dorongan-dorongan untuk meningkatkan amal, melalui hadis tarhib wa targhib (anjuran-anjuran untuk meninggalkan yang tidak
baik dan untuk mengerjakan yang dipandangnya baik), dengan cara
berlebih-lebihan.
Seperti hadis-hadis yang dibuat Nuh ibn Abi
Maryam tentang keutamaan
Al-qur’an.Ketika ditanya alasannya
melakukan hal seperti itu,ia menjawab,”saya dapati manusia telah berpaling dari
membaca Al-Qur’an maka saya membuat
hadis-hadis ini untuk menarik minat umat kembali kepada Al-Qur’an.
5. Menjilat Para Penguasa untuk Mencari Kedudukan atau Hadiah
Ulama-ulama su’ membuat hadis palsu ini untuk membenarkan perbuatan-perbuatan
para penguasa sehingga dari perbuatannya tersebut, mereka mendapat upah dengan
diberi kedudukan atau harta.
Seperti kisah Ghiyats bin Ibrahim
An-Nakha’i yang datang kepada Amirul Mukminim AL-Mahdi, yang sedang bermain
merpati. Lalu, ia menyebut hadis dengan sanadnya secara berturut-turut sampai
kepada Nabi SAW., bahwasanya beliau bersabda,
“Tidak
ada perlombaan, kecuali dalam anak panah, ketangkasan, menunggang kuda, atau
burung yang bersayap”.
Ia
menambahkan kata, ’atau burung yang bersayap’, untuk menyenangkan Al-Mahdi,
lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh ribu dirham. Setelah ia berpaling, sang Amir
berkata, “Aku bersaksi bahwa tengkukmu
adalah tengkuk pendusta atas nama Rasulullah SAW”, lalu ia memerintahkan
untuk menyembelih merpati itu.
Contoh-contoh
hadis Maudhu’ :
(1)
“Dari
Ibnu Umar ia berkata : Telah bersabda Rasulullah saw. Barangsiapa pergi haji,
tetapi dia tidak ziarah kepadaku, maka berarti dia tidak suka kepadaku”. (H.R.
Ibnu ‘Adie, Daraquthie dan Ibnu Hibban).
(2)
“Buah
terong itu penawar dari segala penyakit”
(3)
“Anak
zina itu tidak dapat masuk surga sampai tujuh keturunan”
(4)
“Barang
siapa yang melawan yang melahirkan seorang anak, kemudian dinamai Muhammad, ia
dan anaknya akan masuk surga”
(5)
“Tatkala
nabi duduk bersama sahabat-sahabatnya di masjid, tiba-tiba datanglah Fatimah
kepadanya, sambil berkata dari hal salat Asar. Maka beliau bersabda :
“Bilanglah engkau (begini) Aku salat fardhu Asar empat rakaat tunai karena
Allah yang Maha Mulia, dan bilanglah pula “Aku salat fardhu Dhuhur empat karena
Allah yang Maha Mulia”[17]
BAB III
KESIMPULAN
1. Hadis jika ditinjau
dari segi kuantitas perawi terbagi ke dalam dua, yaitu hadis mutawatir dan
hadis ahad.
2. Hadis mutawatir
merupakan hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi hadis dan mustahil berbuat
dusta dan memiliki beberapa persyaratan-persyaratan khusus
3. Hadis Ahad merupakan
hadis yang diriwayatkan oleh beberapa perawi hadis dan mustahil berbuat dusta,
namun diantara perawi tersebut ada yang sedikit keliru hafalannya sehingga
gugur lah salah satu persyaratan hadis mutawatir.
4. Hadis mutawatir
diklasifikan atas tiga, yaitu mutawatir Ma’nawi, mutawatir ‘Amali, mutawatir Lafdzi
5.
Hadis ahad
terbagi menjadi tiga, yaitu hadis Masyur,
hadis ‘Aziz, dan hadis Gharib.
6. Hadis jika
diklasifikasikan berdasarkan kualitas perawi terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu
hadis shahih, hadis dhaif’ dan hadis
hasan.
7. Hadis maudhu’ merupakan hadis yang
diklasifikan berdasarkan cacat pada keadilan dan ke-dhabit-an Rawi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Majid Khon, Ulumul Hadis. Jakarta : Amzah.
A.Hassan.
Kitab Soal-Jawab Tentang Berbagai Masalah
Agama, jil 1-2, Bandung: Diponegoro Bandung, 1968.
Ibnu
Kasir, Tafsir Ibnu Kasir juz 5An-Nisa 24
s.d An-Nisa 147, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000.
M.
Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Teungku
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah&Pengantar
Ilmu Hadist, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009.
[15]
Menurut www.wikipedia.org merupakan orang Yahudi yang masuk Islam pada masa
Khalifah Usman bin Affan dan kemudian menyulut pemberontakan terhadap Khalifah
waktu itu, serta sekaligus menjadi tokoh pendiri Syi’ah.
0 komentar:
Posting Komentar