Slide # 1

Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan 2019

Foto Bersama Keluarga Besar Prodi Pendidikan Kimia Bersama Mahasiswa Baru dan Panitia PBAK 2019 Read More

Slide # 2

Family Gathering Chemistry16

Kebersamaan Keluarga Prodi Pendidikan Kimia dengan Leting 2016 Read More

Slide # 3

Pelantikan UKM ALAC Prodi Pendidikan Kimia

Peresmian UKM Sanggar Seni Kimia (SSK) dan Chemistri Language Club (CLC) Read More

Slide # 4

Pelantikan HMP Pendidikan Kimia 2018-2019

Pembukaan dan Penutupan Pelantikan DImeriahkan oleh Sanggar Seni Kimia Read More

Slide # 5

KOMINFO SQUAD

Penanggungjawab Semua Media Pendidikan Kimia Read More

Senin, 02 Oktober 2017

HAKIKAT OTONOMI DAERAH
BAB 1
PENDAHULUAN 
      A.    LATAR BELAKANG
        Seiring dengan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, kebijakan tentang  Pemerintahan Daerah mengalami perubahan yang cukup mendasar. Perubahan tersebut dilatarbelakangi oleh kehendak untuk menampung semangat otonomi daerah dalam memperjuangkan kesejahteraan masyarakat daerah. Sebelumnya, Pemerintah Pusat sangat dominan (sentralistis) dalam mengatur dan mengendalikan daerah. Di era sekarang, daerah diberi keleluasaan untuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri secara demokratis dan bertanggung jawab dalam NKRI. Pemerintah Daerah boleh mengatur dan mengendalikan daerahnya selama tidak bertentangan dengan tata urutan Perundang-undangan yang lebih tinggi dari peraturan daerah.[1]
     Kebanyakan orang menganggap bahwa Otonomi Daerah di Indonesia sudah sempurna, sebenarnya masih banyak persoalan-persoalan yang belum terselesaikan, seperti contoh lambatnya pengesahan Peraturan Daerah (Qanun) yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Kemudian masih banyaknya Rancangan Peraturan Daerah yang bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang kedudukannya lebih tinggi dari Peraturan Daerah, sehingga peraturan tersebut dianulir oleh Kementerian Dalam Negeri.  Selain itu, Permasalahan lain dari adanya Otonomi Daerah yaitu merebaknya kasus korupsi di daerah.[2]

      B.     RUMUSAN MASALAH
 1.      Apa pengertian dari Otonomi Daerah dan Hakikat otonomi daerah?
       2.      Apa yang anda anda ketahui dengan pemasalahan otonomi daerah ?
       3.      Apa Kewajiban, kewenangan dan hak Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ?
       4.      Bagaimana Pelaksanaan Otonomi Daerah di daerah masing-masing ?
       5.      Apa landasan hukum Otonomi Daerah ?
       6.      Apa asas-asas dari Otonomi daerah ?
 7.      Siapa pelaksana Otonomi Daerah?     

 C.     TUJUAN
         1.      Memberi manfaat mengenai pengertian dari Otonomi Daerah dan Hakikat otonomi daerah.
         2.      Memberikan pengetahuan tentang pemasalahan otonomi daerah.
    3.  Memberikan wawasan mengenai Kewajiban, kewenangan dan hak Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
         4.      Memberi manfaat bagi pembaca mengenai Pelaksanaan Otonomi Daerah di daerah.
         5.    Memberi pengetahuan tentang landasan hukum Otonomi Daerah.
         6.    Mengetahui pengetahuan mengenai asas-asas dari Otonomi daerah.
         7.    Mengetahui pengetahuan tentang pelaksana Otonomi Daerah?


BAB II
PEMBAHASAN

      A.    PENGERTIAN DAN HAKIKAT OTONOMI DAERAH
        Secara harfiah, otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat dikatakan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.    
        Dengan demikian, disimpulkan bahwa Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.[3] Ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan kewenangan yang menjadi hak daerah. Maju atau tidaknya suatu daerah sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan yaitu Pemerintah Daerah. Pemerintah daerah bebas berkreasi dan berekspresi dalam rangka membangun daerahnya, tentu saja dengan tidak melanggar ketentuan hukum yaitu perundang-undangan.[4]
        Menurut UU nomor 32 tahun 20014 tentang Pemerintah Daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundang-undangan. Menurut UU nomor 32 tahun 2004, terdapat beberapa istilah dalam pelaksanaan otonomi daerah.[5]
       Pemerintah Pusat adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para menteri. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah. DPRD adalah Badan legislatif daerah.
       Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh Pemerintah kepada Daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
        Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah dan/atau perangkat pusat di daerah
        Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah pusat kepada daerah dan desa serta dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana, prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan.
       Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
        Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
       Wilayah Administrasi adalah wilayah kerja Gubernur selaku wakil pemerintah. Instansi vertikal adalah perangkat departemen dan/atau lembaga pemerintah non departemen di daerah. Pejabat yang berwenang adalah pejabat pemerintah di tingkat pusat dan/atau pejabat pemerintah di daerah provinsi yang berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
        Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah kota. Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten dan/atau daerah kota di bawah kecamatan dan Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di daerah kabupaten.

      B.     LANDASAN HUKUM OTONOMI DAERAH
        Pada zaman Hindia Belanda, prinsip-prinsip otonomi daerah sudah diterapkan. Sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) otonomi daerah sudah diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia.
Hal tersebut bisa dilihat dari adanya berbagai macam peraturan perundang-undangan mengenai otonomi daerah sejak kemerdekaan hingga sekarang.
Undang-undang mengenai otonomi daerah yang pernah berlaku di Indonesia adalah :
a.      UU Nomor 1/1945 (menganut sistem otonomi daerah rumah tangga formil).
b.      UU Nomor 2/1948 (menganut otonomi dan mebedewind yang seluas-luasnya).
c.       UU  Nomor 1/1957 (menganut otonomi rill yang seluas-luasnya)
d.      UU Nomor 5/1974 (menganut otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab)
e.    UU Nomr 22 /1999 (menganut otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab)
f.      UU Nomor 32/2004 (menganut otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab).

      C.     TUJUAN OTONOMI DAERAH
        Adapun tujuan utama dikeluarkannya atau diterapkannya otonomi daerah  tahun 1999 adalah di satu pihak membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga ia berkesempatan mempelajari, memahami, merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat daripadanya.
        Pada saat yang sama Pemerintah Pusat diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro (luas atau bersifat umum dan mendasar)  yang bersifat strategis. Di lain pihak, dengan desentralisasi   daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang optimal.
      Kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah akan terpacu, sehingga kemampuan daerah dalam mengatasi berbagai masalah domestik atau daerah akan semakin kuat.
      Desentralisasi merupakan simbol atau tanda adanya kepercayaan  pemerintah pusat kepada daerah. Ini dengan sendirinya akan mengembalikan harga diri pemerintah dan masyarakat daerah( Syaukani,  Gaffar dan  Rasyid , 2002 :172 ).
Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah :
a.       Peningkatan pelayanan dari kesejahteraan masyarakat yang semakin baik
b.      Pengembangan kehidupan demokrasi
c.       Keadilan
d.      Pemerataan
e.    Pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah serta antardaerah dalam rangka keutuhan NKRI.
f.       Mendorong untuk memberdayakan masyarakat
g.   Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD.
        Dengan diberlakukan Undang-Undang nomor 32 dan 33 tahun 2004, kewenangan pemerintah pusat didesentralisasikan ke daerah, ini mengandung makna, pemerintah pusat tidak lagi mengurus kepentingan rumah tangga daerah-daerah. Kewenangan mengurus, mengatur dan mengatur rumah tangga daerah diserahkan kepada masyarakat di daerah. Jadi dari uraian ini dapat disimpulkan, bahwa pemerintah pusat hanya berperan sebagai supervisor, pemantau, pengawas dan penilai.
        Menurut Syakauni dan kawan-kawan, (2002 : 173-184) visi otonomi daerah dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup interaksinya yang utama, yaitu : Politik, Ekonomi serta Sosial dan Budaya.
        Di bidang politik, karena otonomi adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan dekonsentrasi, maka pelaksanaan otonomi harus dipahami sebagai proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas, dan memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggungjawaban publik.
        Gejala yang muncul dewasa ini, khususnya dalam pemilihan Kepala Daerah, baik provinsi, kabupaten maupun kota begitu besar partisipasi masyarakat. Ini bisa dibuktikan dari membanjirnya calon-calon Kepala Daerah dalam setiap pemilihan, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten atau kota. Bahkan yang berminat dan mendaftarkan diri untuk menjadi bakal calon Kepala Pemerintahan Daerah, bukan hanya datang dari lapisan masyarakat tertentu saja, tetapi juga datang dari berbagai lapisan, mulai dari Partai Politik, Pegawai Pemda, Pegawai dari kantor lainnya, pegawai swasta, wiraswasta, bahkan ada juga dari unsur abang becak dan lain-lain. Ini menandakan, bahwa kehidupan demokrasi di negara kita sudah semakin terbuka dan berkembang dengan pesat.[6]
       Di bidang ekonomi, otonomi daerah di satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, dan di pihak lain terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan  pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya.
        Dalam konteks ini, otonomi daerah akan memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerahnya. Dengan demikian otonomi daerah akan membawa masyarakat ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dari waktu ke waktu.
Di bidang sosial budaya, otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan  harmoni sosial, dan pada saat yang sama, juga memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang kondusif[7] terhadap kemampuan masyarakat dalam merespon dinamika kehidupan di sekitarnya.
  
      D.    PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH
        Otonomi daerah diselenggarakan dengan tujuan tertentu. Agar otonomi daerah dapat mencapai tujuan tersebut, maka dalam penyelenggaraan pemerintahan, Pemerintah Pusat menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan dan dekonsentrasi. Sedangkan Pemerintah Daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan, sesuai dengan amanat UUD pasal 18 ayat (2) ditegaskan  bahwa  Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”.  Dengan demikian terdapat dua asas yang digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yaitu asas otonomi  dan tugas pembantuan
      Asas otonomi dalam ketentuan tersebut memiliki makna bahwa pelaksanaan urusan pemerintahan oleh daerah dapat diselenggarakan secara langsung oleh pemerintahan daerah itu sendiri. Sedangkan asas tugas pembantuan dimaksudkan bahwa pelaksanaan urusan pemerintahan tersebut dapat dilaksanakan melalui penugasan oleh pemerintah provinsi ke pemerintah kabupaten/kota dan desa atau penugasan dari pemerintah kabupaten/kota ke desa (penjelasan UU RI No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah).
        Berdasarkan uraian di atas, asas otonomi sering disebut asas desentralisasi. Apa yang dimaksud desentralisasi? Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah (pusat) kepada Daerah Otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No.32 tahun 2004).      Perlu diingat bahwa sekalipun daerah diberi keleluasaan untuk mengatur dan  mengurus urusan pemerintahannya sendiri, tetapi tetap berada dalam bingkai dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Artinya, pemerintah daerah berkewajiban untuk patuh dan menghormati kewenangan yang dimiliki pemerintah pusat.
        Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari pemerintah pusat kepada Gubernur sebagai wakil pemerintahan dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Asas yang kedua adalah tugas pembantuan yaitu  penugasan dari Pemerintah (pusat) kepada daerah dan/atau desa, dan dari pemerintah provinsi kepada kabupaten /kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

        Adapun prinsip Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut :
a.        Digunakannya asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan;
b.       Penyelenggaraan asas desntralisasi secara utuh dan bulat yang dilaksanakan di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, dan
c.  Asas tugas pembantuan yang dapat dilaksanakan di Daerah  Provinsi, Daerah Kabupaten; Daerah Kota, dan Desa.
Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali : kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter[8], dan fiskal[9], agama serta kewenangan di bidang lainnya[10] yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, termasuk kewenangan yang utuh dalam hal perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.

        Selain ketiga asas diatas, ada sembilan asas lain yang menjadi pedoman penyelenggaraan pemerintahan. Kesembilan asas tersebut disebut asas umum penyelenggaraan negara, yaitu :
1.      Asas kepastian hukum, maksudnya adapun yang dilakukan pemerintah pemerintah daerah haruslah berdasarkan hukum yang berlaku.
2.      Asas tertib penyelenggaranan negara, maksudnya penyelenggaraan pemerintah daerah harus dilaksanakan sesuai dengan tertib administrasi negara.
3.      Asas kepentingan umum, maksudnya apapun yang dilakukan oleh pemerintah daerah haruslah untuk kepentingan umum.
4.      Asas keterbukaan, maksudnya masyarakat harus tahu apa yang dilakukkan oleh pemerintahnya dan tidak boleh ditutup-tutupi.
5.      Asas proporsionalitas, maksudnya penyelenggaraan negara harus seimbang, tidak boleh berat sebelah.
6.      Asas profesionalitas, maksudnya penyelenggaraan pemerintah daerah harus dilakukan oleh orang yang ahli dibidang masing-masing.
7.      Asas akuntabilitas, maksudnya pemerintah harus bisa mempertanggung jawabkan tindakannya kepada masyarakat.
8.      Asas efisiensi, maksudnya penyelenggaraan pemerintah daerah harus bisa dijalankan dengan baik tanpa menghabiskan waktu dan tenaga.
9.      Asas efektivitas, maksudnya penyelenggaraan pemerintah daerah harus bekerja dengan baik, sesuai dengan tujuan semula.

        Dalam penyelenggaraan otonomi, daerah memiliki hak, yaitu :
a.     Mengatur dn mengurus sendiri urusan pemerintahannya
b.     Memilih pimpinan daerah
c.      Mengelola aparatur daerah
d.      Memungut pajak daerah dan retribusi daerah
e.      Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah.
f.       Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah

       Selain memiliki hak, daerah juga memiliki kewajiban, yaitu :
a.       Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan NKRI.
b.      Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.
c.       Mengembangkan kehidupan demokrasi
d.      Mewujudkan keadilan dan pemerintahan
e.       Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan
f.       Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan
g.      Menyediakan fasilitas umum sosial dan umum yang layak
h.      Mengembangkan sistem jaminan sosial
i.        Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah
j.        Mengembangkan sumber daya produktif di daerah
k.      Melestarikan lingkungan hidup
l.        Mengelola admininstrasi penduduk
m.    Melestarikan nilai sosial budaya
      n.      Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya
      o.      Kewajiban lain yang di atur dalam peraturan perundang-undangan

        Siapa yang melaksanakan otonomi daerah? Otonomi daerah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakialan Rakyat Daerah (DPRD).

      E.     KEWENANGAN DAERAH DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH
        Dikeluarkannya kebijakan tentang pelaksanaan otonomi daerah membawa dampak pada terjadinya berbagai perubahan kewenangan sebagaimana diatur dalam pasal 13 dan 14 Undang-undang RI nomor 32 tahun 2004. Adapun uraian rinci mengenai berbagai kewenangan provinsi diatur dalam pasal 13 yang dapat diuraikan sebagai berikut :

    (1)  Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan dalam skala provinsi yang meliputi :
a.       Perencanaan dan pengendalian pembangunan
b.       Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang
c.       Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
d.      Penyediaan sarana dan prasarana umum
e.       Penanganan bidang kesehatan
f.        Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial
g.       Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota
h.       Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota
i.         Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota
j.         Pengendalian lingkungan hidup
k.       Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota
l.         Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil
m.     Pelayanan administrasi umum pemerintahan
n.       Pelayanan administrasi penanaman modal, termasuk lintas kabupaten/kota
o.        penyelenggraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota, dan
p.       Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan
   (2)  Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

        Sementara itu  uraian rinci mengenai berbagai kewenangan kabupaten/kota diatur dalam pasal 14 yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1.       Perencanaan dan pengendalian pembangunan
2.       Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang
3.       Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat
4.       Penyediaan sarana dan prasarana umum
5.       Penanganan bidang kesehatan
6.       Penyelenggaraan pendidikan
7.      Penanggulangan masalah sosial
8.       Pelayanan bidang ketenagakerjaan
9.       Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah
10.   Pengendalian lingkungan hidup
11.   Pelayanan pertanahan
12.   Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil
13.   Pelayanan administrasi umum pemerintahan
14.   Pelayanan administrasi penanaman modal,
15.   Penyelenggraan pelayanan dasar lainnya dan
16.   Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan

      F.      SUSUNAN PEMERINTAH DAERAH
1.      DPRD
        DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila. DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari Pemerintah Daerah.  
        Dalam pasal 40 UU RI nomor 32 tahun 2004 dinyatakan, bahwa DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sementara itu dalam pasal 41 dinyatakan, bahwa DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan.
        DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam kedudukannya seperti itu, DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
        Fungsi legislasi berkaitan dengan pembentukan peraturan daerah, yang meliputi pembahasan dan memberikan persetujuan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda), serta hak anggota DPRD mengajukan Rapenda. Fungsi anggaran berkaitan dengan kewenangannya dalam hal  anggaran daerah (APBD). Sedangkan fungsi pengawasan berkaitan dengan mengontrol pelaksanaan Perda dan peraturan lainnya serta kebijakan pemerintah daerah.

      1.1  Tugas dan Wewenang DPRD
    a.     Membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama;  
    b.     Membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan Kepala Daerah;
    c. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah; 
   d.     Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur/Wakil kepala daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD Provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPR kabupaten/kota;
   e.  Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah;
  f. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
   g. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah;
 h Menerima laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
    i.    Membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah;
  j.  Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah;
  k.   Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama antardaerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.

      1.2  Hak DPRD
        DPRD juga mempunyai hak-hak sebagaimana diatur dalam Pasal 43 UU RI No. 32 Tahun 2004, yaitu hak interpelasi, angket dan hak menyatakan pendapat. Hak angket adalah hak untuk melakukan penyelidikan yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang memutuskan bahwa pelaksanaan suatu undang-undang dalam kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, hak interpelasi ialah hak anggota DPRD untuk anggota DPRD untuk meminta keterangan keterangan atau pertanggungjawaban kepada Pemerintah Daerah mengenai kebijakannya dalam suatu bidang.

      2.      Pemerintah Daerah
        Pemerintah daerah provinsi dipimpin oleh Gubernur, sedangkan pemerintah daerah kabupaten/kota dipimpin oleh Bupati/Walikota. Gubernur/Bupati/Walikota yang biasa disebut kepala daerah memiliki kedudukan yang sederajat dan seimbang dengan DPRD masing-masing daerah.

2.1. Tugas dan Wewenang Pemerintah Daerah
a)       Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang  ditetapkan bersama DPRD;
b)      Mengajukan rancangan Perda;
c)       Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan  bersama  DPRD;
d)    Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama;
e)       Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah;
f)     Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
g)      Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3.      PERMASALAHAN OTONOMI DAERAH DI DAERAH
        Perubahan regulasi yang terlalu sering dilakukan tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa konsepsi otonomi daerah yang dilaksanakan bukan hanya sedang mengikuti perkembangan yang terjadi di masyarakat, melainkan pada dasarnya memang belum komprehensif dan masih mencari bentuk yang paling tepat. Faktanya saat ini kita masih membahas persoalan mekanisme pemilihan Gubernur yang rencananya akan dikembalikan dari pemilihan langsung menjadi pemilihan tidak langsung atau melalui lembaga perwakilan rakyat daerah. Artinya regulasi yang telah ditetapkan melalui undang-undang pemerintahan daerah akan diubah kembali ke bentuk semula.[11]
        Selain itu, terdapat permasalahan lain, yang dapat membuat pemerintah daerah bimbang dalam membuat keputusan, yaitu lambatnya penetapan peraturan pelaksana atas undang-undang. Salah satu contohnya adalah lambatnya penetapan peraturan pemerintah tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan perseroan terbatas. Peraturan pemerintah tersebut baru disahkan pada tahun 2012 padahal Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas yang telah memerintahkan pembentukan pemerintah tersebut telah disahkan sejak tahun 2007. Butuh waktu sekitar 5 tahun untuk menyusun peraturan pemerintah yang semestinya dapat segera ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah untuk menyusun peraturan daerah.
        Peraturan serupa yang memiliki gejala yang hampir sama adalah Undang-Undang tentang Kesehatan yang telah ditetapkan pada tahun 2009. Hingga saat ini pemerintah belum menetapkan seluruh peraturan pelaksana yang telah diperintahkan oleh undang-undang tersebut. Diantaranya adalah kewajiban bagi daerah untuk mengalokasikan anggaran minimal sebesar 10% dari APBD untuk kesehatan
        Selanjutnya adalah pelaksanaan otonomi daerah dan permasalahannya di daerah. Daerah juga hingga saat ini dianggap belum siap dalam melaksanakan otonomi daerah. Salah satu indikasinya adalah lemahnya kemampuan daerah dalam menyusun peraturan daerah yang sesuai dengan ketentuan. Sejumlah peraturan daerah telah dianulir  oleh Kementerian Dalam Negeri karena dianggap tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan berpotensi menghambat laju pertumbuhan ekonomi daerah.
        Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah merebaknya kasus korupsi di daerah. Masyarakat luas bisa melihat sendiri melalui media massa sejumlah kepala daerah dan pejabatnya yang menjadi tersangka kasus korupsi. Ini membuktikan bahwa Otonomi daerah masih menjadi ‘pekerjaan rumah’ bagi kita semua.

BAB III
PENUTUP    
      A.    Kesimpulan :
1.      Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
     2.     Menurut UU nomor 32 tahun 2004, terdapat beberapa istilah dalam pelaksanaan otonomi daerah, yaitu : Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, DPRD, Desentralisas, Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, Otonomi daerah, Daerah otonom, Wilayah Administrasi, Instansi vertikal, Pejabat yang berwenang, Kecamatan, Kelurahan, dan Desa.
   3.  Terdapat dua asas yang digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yaitu asas otonomi  dan tugas pembantuan.
      4.      Susunan pemerintah daerah terdiri atas DPRD dan Kepala Pemerintah Daerah.
     5.      Otonomi daerah masih memiliki banyak kekurangan, seperti lambatnya tanggapan Pemerintah Pusat tentang UU Daerah (Qanun), banyaknya pejabat daerah yang terlibat korupsi.
     6.      Tujuan dibentuknya Otonomi Daerah ialah untuk membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga ia berkesempatan mempelajari, memahami, merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat daripadanya.





[1] Tata urutan peraturan perundang-undangan berubah lagi pada tahun 2004 melalui UU. Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sehingga TAP MPR No. HI/MPR/2000 dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian, tata peraturan perundang-undangan yang baru menjadi :
a.       UUD 1945
b.       UU atau Peraturan Pemerintah Pengganti UU
c.        Peraturan Pemerintah
d.       Peraturan Presiden
e.        Peraturan Daerah terdiri dari :
1)       Perda Provinsi
2)       Perda Kabupaten
3)       Perda desa/peraturan setingkat
[4]http://wikipedia.org/otonomi_daerah diakses pada 12 November 2014
[5] Muhammad Yusuf Husein, PENDIDIKAN KEWAARGANEGARAAN (CIVIL EDUCATION), (------------------, 2014) hlm. 97.
[7] dukungan
[8] keuangan
[9] Berkenaan tentang urusan pajak atau pendapatan negara
[10] Contoh kewenangan dibidang lainnya seperti sekarang sedang populernya kenaikan harga BBM, kenaikan gaji PNS, dan sebagainya.

0 komentar: