PERCOBAAN I
JUDUL PRAKTIKUM : EKSTRAKSI
MENGGUNAKAN CORONG PISAH
TANGGAL
PERCOBAAN : 24 Oktober 2016
1.
LATAR BELAKANG
1.1
Definisi
Ekstraksi
Menurut Sri Yulianti dan Suyanti
Satuhu (2012: 46), ekstraksi adalah proses penarikan komponen aktif (minyak
asiri) yang terkandung dalam tanaman menggunakan bahan pelarut yang sesuai
dengan kelarutan komponen aktifnya.
Menurut
Arsyad (2001: 51), ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu komponen dari
suatu campuran berdasarkan proses distribusi terhadap dua macam pelarut yang
tidak saling bercampur. Ekstraksi pelarut umumnya digunakan untuk memisahkan
sejmlah gugus yang diinginkan dan mungkin merupakan gugs pengganggu dalam
analisis secara keseluruhan. Kadang-kadang gugus-gugus pengganggu ini
diekstraksi secara selektif.
Menurut
Sudjadi (1986: 37), ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan
komponen kimia diantara dua fase pelarut yang tidak dapat saling bercampur
dimana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagiannya lagi larut
pada fase kedua. Kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu
didiamkan sampai terjasi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fasa zat
cair. Komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fasa tersebut sesuai dengan
tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap.
Jadi
dapat di simpulkan bahwa ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari
campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Bahan kimia akan terpisah
sesuai dengan kepolarannya.
1.2
Mengapa
Perlu Dilakukan Ekstraksi?
Ektraksi perlu
di lakukan, karena untuk mendapatkan zat murni atau beberapa zat murni dari
suatu campuran yang disebut sebagai pemurnian. Dalam percobaan ini untuk
memisahkan dan mendapatkan kafein dari teh. Kemudian untuk mengetahui
keberadaan zat dalam suatu sampel terdapat beberapa cara, salah satunya ialah
dengan ektraksi. Ekstraksi juga dilakukan karena beberapa faktor seperti jika
destilasi tidak dapat dilakukan atau terlalu mahal, kemudian jika diinginkan
mengisolasi bahan untuk karakterisasi, atau memurnikan senyawa untuk proses
selanjutnya.
1.3
Penelitian
Terdahulu Tentang Ekstraksi
Penelitian
tentang ekstraksi pernah di lakukan oleh Khusnul Khotimah (2014: 40-48), dalam jurnal berjudul “Karakteristik Kimia Kopi Kawa dari
Berbagai Umur Helai Daun Kopi Yang Diproses Dengan Metode Berbeda”. Pada
penelitian yang di lakukan oleh khusnul ini Kadar kafein dianalisis dengan
metode Baily Andrew (Jacobs, 1962). Sampel (kopi kawa) sebanyak 5 g (digiling
dan disaring dengan saringan 30 mesh), ditambah 5 g MgO dan 200 mL aquades
dipanaskan sampai mendidih selama 2 jam dalam pendingin balik, kemudian
didinginkan dan ditambahkan aquades hingga mencapai 500 mL lalu disaring.
Sebanyak 300 mL fltrat dimasukan dalam corong pisah dan digojlog 6x dengan
kloroform (25, 20, 15, 10, 10 dan 10 mL). Cairan bilasan dimasukan dalam corong
pemisah. Fase bagian bawah (hidrofilik, mengandung kafein) diambil dan dimasukan
dalam corong pemisah. Fase bagian bawah ini kemudian dicuci lagi sebanyak 2
kali masing-masing dengan 10 mL kloroform. Fase hidro-filik larutan ini
kemudian diuapkan dengan penangas air sampai tinggal residunya, selanjutnya
dikeringkan dalam oven 100°C sampai didapatkan berat konstan dan didapatkan
kafein kasar. Semakin tinggi kadar kafein yang dipengaruhi oleh berat bubuk dan
lama penyeduhan dapat disebabkan oleh semakin banyak bubuk teh yang digunakan.
Penelitian
lainnya tentang kafein di lakukan oleh Dianita Devi Putri dan Ita Ulfin (2015: 105-108), dalam jurnalnya “Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi terhadap
Kadar Kafein dalam Teh Hitam”. Penelitian yang di lakukan oleh Dianita ini
membuktikan bahwa kadar kafein didalam teh hitam di pengaruhi oleh kondisi
ekstraksi di antaranya yaitu suhu dan waktu ekstraksi. Hasil yang di peroleh Semakin
panjang waktu ekstraksi dapat membuat kadar kafein di dalam teh semakin tinggi
yaitu 19,305 mg/g saat waktu ekstraksi 4 jam di suhu 27°C; 29,403 mg/g saat
waktu ekstraksi 3,5 menit di suhu 70°C dan 31,280 mg/g saat waktu ekstraksi 4
menit di suhu 100°C.
Selanjutnya
penelitian lain juga di lakukan oleh Tamzil Azis, dkk. (2009: 1-8), dalam jurnal “Pengaruh Pelarut Heksana Dan Etanol, Volume Pelarut,
Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Hasil Ekstraksi Minyak Kopi”, yang bertujuan untuk
mengetahui kondisi optimun yang dapat digunakan dalam proses ekstraksi minyak
biji kopi dengan menggunakan pelarut heksana atau organik, untuk mengetahui
pengaruh jumlah pelarut terhadap jumlah minyak kopi yang dihasilkan. Serta untuk
mengetahui pengaruh waktu ekstraksi terhadap jumlah minyak kopi yang dihasilkan.
Hasil ekstraksi dengan pelarut heksana akan memberikan hasil yang bagus. Hal ini
dikarenakan pelarut heksana lebih reaktif sebagai pelarut sehingga dapat
mengesktrak lebih banyak minyak kopi yang terdapat pada bubuk kopi, dapat
dilihat bahwa ekstraksi dengan pelarut heksana akan memberikan hasil yang
optimal.
2.
TUJUAN
Adapun
tujuan dari percobaan ini adalah:
·
Untuk
memisahkan kandungan kafein menggunakan pelarut kloroform.
·
Untuk
memisahkan kandungan kafein menggunakan pelarut benzena.
·
Untuk
memisahkan kandungan kafein menggunakan pelarut dietil eter.
3.
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.
Ekstraksi
Secara sederhana
ekstraksi dapat didefinisikan sebagai proses pemindahan satu atau lebih
komponen dari satu fase ke fase lainnya. Metode ekstraksi dikembangkan
berdasarkan perpindahan menuju kesetimbangan, sehingga kinetika perpindahan
massa tidak dapat diabaikan. Menurut Tamzil Azis, dkk. (2009: 3), dalam jurnalnya
menyatakan metode ini memanfaatkan perbedaan kelarutan antara minyak dan bahan-bahan
lain di dalam biji kopi terhadap pelarut. Sifat selektivitas pelarut yang
digunakan menentukan tingkat kemurnian minyak kopi yang diperoleh. Oleh karena
itu, pemilihan jenis pelarut memegang peranan yang sangat penting.
Ekstraksi
cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia diantara dua fase
pelarut yang tidak dapat saling bercampur dimana sebagian komponen larut pada
fase pertama dan sebagiannya lagi larut pada fase kedua (Sudjadi, 1986: 37).
Ekstraksi dilakukan karena beberapa faktor seperti jika destilasi tidak dapat
dilakukan atau terlalu mahal, kemudian jika diinginkan mengisolasi bahan untuk
karakterisasi, atau memurnikan senyawa untuk proses selanjutnya. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi ektraksi, diantaranya suhu, ukuran partikel, faktor
solven.
Ekstraksi
pelarut atau ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan
populer. Alasan utamanya adalah bahwa pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam
tingkat makro maupun mikro. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat
terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling
bercampur, seperti benzena, karbon titraklorida atau kloroform. (Khopkar, 1990:
76).
Cara kerja
ekstraksi dengan pelarut menguap cukup sederhana yaitu dengan cara memasukkan
bahan yang diekstraksi ke dalam ekstraktor khusus. Ekstraksi berlangsung secara
sistematik pada suhu tertentu dengan menggunakan pelarut. Pelarut akan
berpenetrasi ke dalam bahan. Minyak hasil ekstraksi dengan pelarut mempunyai keunggulan
yaitu mempunyai bau yang mirip bau alamiah. (Aziz, 2009: 2)
3.2.
Teh
Teh merupakan salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi di
dunia yang dibuat dari tanaman Camellia sinensis. Teh memiliki manfaat
diantaranya dalam pencegahan dan pengobatan penyakit karena bersifat
antibakteri dan antioksidan. Selain manfaat teh, terdapat pula za dalam teh yang
berakibat kurang baik untuk tubuh. Zat tersebut adalah kafein. Meskipun kafein
aman dikonsumsi, zat tersebut dapat menimbulkan reaksi yang tidak dikehendaki
jika dikonsumsi secara berlebihan seperti insomnia, gelisah, delirium, takikardia,
ekstrasistole, pernapasan meningkat, tremor otot dan diuresis. Semakin lama teh
direndam maka kafein dalam teh akan semakin terekstrak dan terjadi oksidasi.
Untuk mendapatkan teh yang lebih pekat dilakukan dengan menambahkan daun teh,
bukan dengan memperpanjang waktu penyeduhan. Ketika proses penyeduhan teh maka
terjadi proses ekstraksi yaitu kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat
larut sehingga terpisah dari bahan yang larut dengan pelarut cair.
Berdasarkan kebiasaan masyarakat di Indonesia yang menyeduh teh
dengan air panas yang berasal dari pemanas dispenser dengan suhu 70°C ataupun
air yang mendidih dengan suhu 100°C maka digunakan variabel suhu ekstraksi dengan
pelarut air pada suhu 70°C dan 100°C. Waktu ekstraksi yang digunakan pada suhu
70°C dan 100°C yaitu antara 0,5 menit – 4 menit karena dalam keseharian masyarakat,
mereka tidak membutuhkan waktu yang lama saat menyeduh teh dalam air panas.
Selain menyeduh dengan air panas, terkadang masyarakat juga merendam teh pada
suhu ruang 27°C. Penyeduhan teh yang dilakukan tanpa pemanasan membutuhkan
waktu lebih lama dibandingkan dengan
penyeduhan teh dengan pemanasan maka digunakan waktu ekstraksi pada
suhu 27°C yaitu 0,5 jam – 16 jam (Dianita, 2015: 105).
3.3.
Kafein
Kafein
merupakan suatu senyawa berbentuk kristal. Penyusun utamanya adalah senyawa
turunan protein disebut dengan purin xantin. Senyawa ini pada kondisi tubuh
yang normal memang memiliki beberapa khasiat antara lain merupakan obat
analgetik yang mampu menurunkan rasa sakit dan mengurangi demam. Dalam teh
terkandung kafein, untuk memisahkan kafein dalam teh maka diperlukan ektraksi (Arwangga,
2016: 110).
Kafein
memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis, seperti menstimulasi
susunan syaraf pusat, relaksasi otot polos terutama otot polos bronkus dan
stimulasi otot jantung. Berdasarkan efek farmakologis tersebut, kafein
ditambahkan dalam jumlah tertentu ke minuman. Efek berlebihan (over dosis)
mengkonsumsi kafein dapat menyebabkan gugup, gelisah, tremor, insomnia,
hipertensi, mual dan kejang. Berdasarkan FDA (Food Drug Administration) dosis
kafein yang diizinkan 100-200mg/hari, sedangkan menurut SNI 01-7152-2006 batas
maksimum kafein dalam makanan dan minuman adalah 150 mg/hari dan 50 mg/sajian.
Kafein sebagai stimulan tingkat sedang (mild stimulant) memang seringkali
diduga sebagai penyebab kecanduan. Kafein hanya dapatmenimbulkan kecanduan jika
dikonsumsi dalam jumlah yang banyak dan rutin. Namun kecanduan kafein berbeda
dengan kecanduan obat psikotropika, karena gejalanya akan hilang hanya dalam
satu dua hari setelah konsumsi (Rialita, dkk., 2013: 123).
Kafein memiliki rumus molekul: C8H10N4O2,
struktur dari kafein (Mumin, 2006: 48) :
alat dan bahan |
bahan dan pembahasan |
1.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, M. N. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah.
Jakarta: Gramedia.
Arwangga, A, F., dkk. 2016. Analisis
Kandungan Kafein Pada Kopi Di Desa Sesaot Narmada Menggunakan Spektrofotometri
Uv-Vis, Jurnal Kimia, Vol. 10, No. 1, hal 110-114.
Aziz, Tamzil, dkk. 2009. Pengaruh
Pelarut Heksana Dan Etanol, Volume Pelarut, Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Hasil
Ekstraksi Minyak Kopi, Jurnal Teknik Kimia, Vol. 16, No. 1, hal. 1-8.
Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri
jilid I (Terjemahan). Jakarta : UI Press.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar
Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Khotimah, Khusnul. 2014. Karakteristik
Kimia Kopi Kawa Dari Berbagai Umur Helai Daun Kopi Yang Diproses Dengan Metode
Berbeda, Jurnal Teknologi Penelitian, Vol. 9, No. 1, hal. 40-48.
Maramis, R, K., dkk. 2013. Analisis
Kafein Dalam Kopi Bubuk Di Kota Manado Menggunakan Spektrofotometri Uv-Vis. Jurnal
Ilmiah Farmasi-UNSRAT , Vol. 2, No. 04, hal. 122-128.
Putri, D, D., dan Ita Ulfin. 2015. Pengaruh
Suhu dan Waktu Ekstraksi terhadap Kadar Kafein dalam Teh Hitam, Jurnal Sains
dan Seni Its, Vol. 4, No. 2, hal. 105-108.
Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan.
Yogyakarta: Kanisius.
Yuliani, Sri dan Suyanti Satuhu.
2012. Panduan Lengkap Minyak Aksiri. Jakarta: Penebar Swadaya.
Laporan dikirim oleh Dedi Mastur, mahasiswa semester 7. PKM UIN Arraniry.
0 komentar:
Posting Komentar