Slide # 1

Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan 2019

Foto Bersama Keluarga Besar Prodi Pendidikan Kimia Bersama Mahasiswa Baru dan Panitia PBAK 2019 Read More

Slide # 2

Family Gathering Chemistry16

Kebersamaan Keluarga Prodi Pendidikan Kimia dengan Leting 2016 Read More

Slide # 3

Pelantikan UKM ALAC Prodi Pendidikan Kimia

Peresmian UKM Sanggar Seni Kimia (SSK) dan Chemistri Language Club (CLC) Read More

Slide # 4

Pelantikan HMP Pendidikan Kimia 2018-2019

Pembukaan dan Penutupan Pelantikan DImeriahkan oleh Sanggar Seni Kimia Read More

Slide # 5

KOMINFO SQUAD

Penanggungjawab Semua Media Pendidikan Kimia Read More

Rabu, 12 Juli 2017

Konsep Dasar Sifat Koligatif Larutan

        Pernahkah kalian mendengar istilah larutan? Juga pernahkah terlintas dipikiran chemistrer mengapa berenang di laut mati Yordania akan terapung? Atau mengapa memasak air dengan garam akan lebih lama mendidih ketimbang ga pake garam? Nah, kali ini kita akan belajar sedikit nih tentang Sifat Koligatif Larutan. Sebelum belajar materi SKL ini, semestinya kita dahulu apa definisi dari sifat koligatif larutan itu sendiri.

Terapung di laut mati Yordania

1. Definisi Sifat Koligatif Larutan
             Menurut Raymond Chang (2004:12) dalam bukunya Kimia Dasar jilid II, sifat koligatif larutan adalah suatu sifat yang hanya tergantung pada jenis zat terlarutnya dan tidak tergantung pada jenis pelarutnya. Kalian mesti tahu dulu nih larutan itu apa? Larutan itu adalah suatu zat yang terdiri dari zat terlarut dan zat pelarut, di mana zat terlarut lebih sedikit daripada pelarutnya. Misalnya nih, kalian mau membuat minuman sirup ABC, kalian pasti perlu sirup ABC dan air. Nah, air di sini dikatakan sebagai zat pelarut karena air sifatnya dapat melarutkan, sedangkan sirup adalah zat terlarut meskipun sirup sendiri di sini sudah tercampur dengan air sebelumnya. Balik lagi ni ke materi kita, contoh dari sifat koligatif sendiri ialah penurunan titik didih larutan. Titik didih artinya suatu titik atau temperatur di mana tekanan dalam larutan tersebut sama dengan tekanan luarnya. 

a.         Penurunan tekanan uap
        Apabila ke dalam suatu pelarut dilarutkan zat yang tidak mudah menguap, ternyata tekanan uap jenuh larutan menjadi lebih rendah daripada tekanan uap jenuh pelarut murni. Dalam hal ini uap jenuh larutan dapat jenuh dianggap hanya mengandung uap zat pelarut, (lihat Gambar 1.2). Selisih antara tekanan uap jenuh pelarut murni dengan tekanan uap jenuh larutan disebut penurunan tekanan uap jenuh (∆P). Jika tekanan uap jenuh pelarut murni dinyatakan dengan P° dan tekanan uap jenuh larutan dengan P, maka ∆P = P° – P.
Pada tahun 1880-an F.M. Raoult, seorang ahli kimia Prancis, menyatakan bahwa melarutkan zat terlarut mempunyai efek menurunkan tekanan uap dari pelarut.
Adapun bunyi hukum Raoult yang berkaitan dengan penurunan tekanan uap adalah sebagai berikut.
a.    Penurunan tekanan uap jenuh tidak bergantung pada jenis zat yang dilarutkan, tetapi tergantung pada jumlah partikel zat terlarut.
b.    Penurunan tekanan uap jenuh berbanding lurus dengan fraksi mol zat yang dilarutkan.
Hukum Raoult tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut.


Keterangan :
∆P= penurunan tekanan uap jenuh pelarut
xB = fraksi mol zat terlarut
Po = tekanana uap pelarut murni
Jika larutannya encer, nB << nA, sehingga nA + nB dapat dianggap sama dengan nA, jadi:
Keterangan :
n B             =  mol zat terlarut
nA           = mol zat pelarut
WA         = massa zat pelarut
WB         = massa zat terlarut
Mr A      = massa molekul zat pelarut
Mr B      = massa molekul zat pelarut
Dalam larutan terdapat zat terlarut dan pelarut, sehingga:
xA + xB = 1
xB = 1 – xA
Jika tekanan uap pelarut dilambangkan P, di mana P < P°, maka:

P = P° – P
P° – P = (1 – xA)PA°
P° – P = P° – xA . P°
P = xA . Po
Keterangan:
P                        = tekanan uap larutan
XA             = fraksi mol pelarut
Po               = tekanan uap pelarut murni
Hukum Raoult telah diuji kebenarannya dengan membandingkan harga hasil eksperimen dengan P hasil hitungan rumus di atas. Antara hasil eksperimen dengan hasil hitungan terdapat perbedaan yang kecil karena kesalahan dalam pengamatan.[1]
b.         Kenaikan titik didih (∆Tb)
 Jika suatu zat cair dinaikkan suhunya, maka semakin banyak zat cair yang menguap. Pada suhu tertentu, tekanan uap zat cair di atas permukaan zat akan sama dengan tekanan udara luar. Pada saat itulah zat cair mendidih. Suhu di mana tekanan uap di atas permukaan zat cair sama dengan tekanan udara luar disebut dengan titik didih. Misalnya, air murni mendidih pada suhu 100ºC, tetapi ketika ditambahkan garam ke dalam air murni tersebut maka larutan tersebut akan mendidih sedikit lebih tinggi dari 100ºC. Hal ini dikarenakan  ikatan yang terjadi antar molekul di dalam larutan tersebut akan semakin tinggi, sehingga untuk memutuskan ikatan tersebut (ikatan hidrogen) membutuhkan energi yang lebih tinggi.
Titik didih air murni pada tekanan 1 atm adalah 100ºC, tekanan uap air murni akan mencapai 1 atm atau 760 mmhg (sama dengan tekanan udara luar). Dengan demikian, apabila tekanan udara luar kurang dari 1 atm (misalnya di puncak gunung), maka titik didih air kurang dari 100ºC.
Jika ke dalam air murni dilarutkan suatu zat yang sukar menguap, maka pada suhu 100ºC tekanan uap air belum mendidih. Agar dapat mencapai 1 atm. Hal ini berarti air belum mendidih. Agar dapat mendidih (tekanan uap air mencapai 1 atm), maka diperlukan suhu yang lebih tinggi. Besarnya kenaikan suhu itulah yang disebut dengan kenaikan titik didih (∆Tb). Analisis penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, dan penurunan titik beku dapat dilihat pada diagram fase (kurva P – T) air dan larutan.
1)      Tetapan kenaikan titih didih molal (Kb)
 

Seperti telah dijelaskan bahwa sifat koligatif tidak dipengaruhi oleh jenis zat yang dilarutkan, tetapi ditentukan oleh jumlah partikel yang terlarut di dalamnya, yang dinyatakan dengan konsentrasi. Tetapan kenaikan titik didih molal (Kb) adalah besarnya kenaikan titik didih untuk 1 molal larutan.
Nilai Kb untuk air adalah 0,53ºC/molal. Maknanya jika di dalam air terlarut sebanyak 1 molal zat apa saja, titik didih air akan naik 0,52ºC; jika di dalam air terlarut sebanyak 2 molal zat apa saja, titik didih air akan naik sebesar 1,04ºC; serta jika di dalam air terlarut 0,5 molal zat apa saja maka titik didih air akan naik sebesar 0,26ºC; dan seterusnya.[2]
2)        Menentukan titik didih larutan (Tb)
Dengan mengetahui nilai tetapan kenaikan titik didih molal (Kb) dari pelarutnya, nilai kenaikan titik didih dapat ditentukan.
Text Box: Tabel 2.1 Nilai kenaikan titik didih beberapa pelarut. 

No.
Pelarut
Titik didih (ºC)
Nilai Kb
Konsentrasi Zat Terlarut
Kenaikan titik didih (ºC)
Titik didih larutan (ºC)
1.
Air
100
0,52
1 molal
0,52
100,52
2.
Benzena
80
2,53
2 molal
5,06
85,06
3.
Kloroform
61
3,63
0,5 molal
1,81
62,81
4.
Zat X
Tb
Kb
m
m x Kb
Tb + ∆Tb
Berdasarkan tabel 2.1 di atas, dapat disimpulkan bahwa besarnya kenaikan titik didih larutan merupakan hasil kali antara tetapan kenaikan titik didih molal (Kb) dengan konsentrasi molal (m) dari larutan, atau :
∆Tb = Kb . m
Titik didih larutan merupakan titik didih pelarut ditambah dengan besarnya kenaikan titik didih, atau :
Tb = TbºC + ∆Tb
Oleh karena molalitas larutan dirumuskan dengan :
m = n x
maka :
∆Tb = Kb .  m
∆Tb = Kb .
Dengan:
∆Tb        = kenaikan titik didih molal
Kb          = tetapan kenaikan titik didih molal
n             = jumlah mola zat terlarut
p             = massa pelarut
c.         Penurunan titik beku
Penurunan titik beku pada konsepnya sama dengan kenaikan titik didih. Larutan mempunyai titik beku yang lebih rendah dibandingkan dengan pelarut murni. Selisih antara titik beku pelarut dengan titik beku larutan dinamakan penurunan titik beku larutan (ΔTf = freezing point). Menurut hukum Raoult penurunan titik beku larutan dirumuskan seperti berikut :[3]
ΔTf = m  Kf
Keterangan:
ΔTf         = penurunan titik beku
m            = molalitas larutan
Kf           = tetapan penurunan titik beku molal
Text Box: ∆Tb =  Kb . m            Untuk perhitungan massa molekul relatif dengan penurunan titik beku (∆Tb) terdapat hubungan yaitu dengan persamaan:[4]

Di mana ;
m         =           dan              mol =
sehingga persamaan menjadi :
∆Tb = Kb x
M2 = Kb
M2 = Kf
Keterangan :
w1 = berat pelarut dalam gram
w2 = berat zat terlarut dalam gram
M1 = massa molekul relatif pelarut
M2 = massa molekul relatif zat terlarut

d.        Tekanan osmosis larutan (π)
Bila dua larutan yang konsentrasinya berbeda, yang satu pekat dan yang lainnya encer dipisahkan oleh membran semipermiabel, maka molekul-molekul pelarut akan mengalir dari larutan yang lebih encer ke larutan yang lebih pekat, sedangkan molekul zat terlarut tidak mengalir. Hal ini terjadi karena partikel pelarut lebih kecil daripada partikel zat terlarut sehingga partikel pelarut dapat menembus membran semipermiabel dan partikel zat terlarut tidak. Aliran suatu pelarut dari suatu larutan dengan konsentrasi lebih rendah ke larutan dengan konsentrasi tinggi melalui membran semipermiabel disebut osmosis.
Peristiwa osmosis dapat dicegah dengan memberi tekanan pada permukaan larutan. Tekanan yang diperlukan untuk mencegah terjadinya osmosis ini disebut tekanan osmotik. Tekanan osmotik bergantung pada konsentrasi dan bukan pada jenis partikel zat terlarut. Menurut Van’t Hoof, tekanan osmotik larutan encer dapat dihitung dengan rumus yang serupa dengan persamaan gas ideal.
 

πV = n RT
π =
π = CRT
Keterangan :
π = tekanan osmotik (atm)
V = volume larutan (liter)
R = tetapan gas (0,082 L atm/mol K)
T = suhu mutlak (K)



Lampiran : Tabel Sistem Periodik Unsur
Tabel SPU



[1] Ari Hartono dan Ruminten. Kimia untuk SMA/MA Kelas XII. (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2009), h. 3-4.
[2] Unggul Sudarmo. Kimia 3 untuk SMA SMA/MA Kelas XII. (Jakarta: Erlangga, 2013), h. 13-14.
[3] Wening Sukmawati, Kimia Untuk SMAN/MA Kelas XII. (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasiona, 2006), h. 15.
[4] Hiskia Achmad, Kimia Larutan..., h.41-42.

0 komentar: