Slide # 1

Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan 2019

Foto Bersama Keluarga Besar Prodi Pendidikan Kimia Bersama Mahasiswa Baru dan Panitia PBAK 2019 Read More

Slide # 2

Family Gathering Chemistry16

Kebersamaan Keluarga Prodi Pendidikan Kimia dengan Leting 2016 Read More

Slide # 3

Pelantikan UKM ALAC Prodi Pendidikan Kimia

Peresmian UKM Sanggar Seni Kimia (SSK) dan Chemistri Language Club (CLC) Read More

Slide # 4

Pelantikan HMP Pendidikan Kimia 2018-2019

Pembukaan dan Penutupan Pelantikan DImeriahkan oleh Sanggar Seni Kimia Read More

Slide # 5

KOMINFO SQUAD

Penanggungjawab Semua Media Pendidikan Kimia Read More

Senin, 12 Juni 2017

JUDUL PRAKTIKUM           :  EKSTRAKSI MENGGUNAKAN CORONG PISAH
             TANGGAL PERCOBAAN    :  24 Oktober 2016
1.        LATAR BELAKANG
1.1     Definisi Destilasi
Menurut Petrucci (1993: 86) destilasi merupakan proses pemisahan yang dilakukan berdasarkan titik didih dari suatu senyawa. Senyawa yang memiliki titik didih lebih rendah, akan terlebih dahulu menguap dan akan terpisah dari senyawa yang memiliki titik didih yang lebih tinggi, uap yang dihasilkan akan didinginkan kembali melalui kondensor sehingga akan kembali berbentuk cair.
Menurut Day dan Underwood (2002: 61) metode destilasi terbagi menjadi beberapa jenis yaitu destilasi sederhana, destilasi berfraksi konstituen, dan destilasi vakum. Destilasi sederhana digunakan untuk memurnikan cairan yang tak dapat terurai dengan pengotornya. Destilasi konstituen digunakan pada campuran yang mimiliki perbedaan titik didih sekitar 30oC, sedangkan destilasi vakum digunakan untuk memurnikan suatu senyawa yang umumnya memiliki titik didih yang sangat tinggi, yang mana sulit difokuskan pada tekanan biasa.

1.2     Mengapa Perlu Dilakukan Ekstraksi?
Ektraksi perlu di lakukan, karena untuk mendapatkan zat murni atau beberapa zat murni dari suatu campuran yang disebut sebagai pemurnian. Dalam percobaan ini untuk memisahkan dan mendapatkan kafein dari teh. Kemudian untuk mengetahui keberadaan zat dalam suatu sampel terdapat beberapa cara, salah satunya ialah dengan ektraksi. Ekstraksi juga dilakukan karena beberapa faktor seperti jika destilasi tidak dapat dilakukan atau terlalu mahal, kemudian jika diinginkan mengisolasi bahan untuk karakterisasi, atau memurnikan senyawa untuk proses selanjutnya.

1.3     Penelitian Terdahulu Tentang Ekstraksi
Penelitian tentang ekstraksi pernah di lakukan oleh Khusnul Khotimah (2014: 40-48), dalam jurnal berjudul “Karakteristik Kimia Kopi Kawa dari Berbagai Umur Helai Daun Kopi Yang Diproses Dengan Metode Berbeda”. Pada penelitian yang di lakukan oleh khusnul ini Kadar kafein dianalisis dengan metode Baily Andrew (Jacobs, 1962). Sampel (kopi kawa) sebanyak 5 g (digiling dan disaring dengan saringan 30 mesh), ditambah 5 g MgO dan 200 mL aquades dipanaskan sampai mendidih selama 2 jam dalam pendingin balik, kemudian didinginkan dan ditambahkan aquades hingga mencapai 500 mL lalu disaring. Sebanyak 300 mL fltrat dimasukan dalam corong pisah dan digojlog 6x dengan kloroform (25, 20, 15, 10, 10 dan 10 mL). Cairan bilasan dimasukan dalam corong pemisah. Fase bagian bawah (hidrofilik, mengandung kafein) diambil dan dimasukan dalam corong pemisah. Fase bagian bawah ini kemudian dicuci lagi sebanyak 2 kali masing-masing dengan 10 mL kloroform. Fase hidro-filik larutan ini kemudian diuapkan dengan penangas air sampai tinggal residunya, selanjutnya dikeringkan dalam oven 100°C sampai didapatkan berat konstan dan didapatkan kafein kasar. Semakin tinggi kadar kafein yang dipengaruhi oleh berat bubuk dan lama penyeduhan dapat disebabkan oleh semakin banyak bubuk teh yang digunakan.
Penelitian lainnya tentang kafein di lakukan oleh Putri dan Ulfin (2015: 105-108), dalam jurnalnya “Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi terhadap Kadar Kafein dalam Teh Hitam”. Penelitian yang di lakukan oleh Dianita ini membuktikan bahwa kadar kafein didalam teh hitam di pengaruhi oleh kondisi ekstraksi di antaranya yaitu suhu dan waktu ekstraksi. Hasil yang di peroleh Semakin panjang waktu ekstraksi dapat membuat kadar kafein di dalam teh semakin tinggi yaitu 19,305 mg/g saat waktu ekstraksi 4 jam di suhu 27°C; 29,403 mg/g saat waktu ekstraksi 3,5 menit di suhu 70°C dan 31,280 mg/g saat waktu ekstraksi 4 menit di suhu 100°C.
Selanjutnya penelitian lain juga di lakukan oleh Azis, dkk. (2009: 1-8), dalam jurnal “Pengaruh Pelarut Heksana dan Etanol, Volume Pelarut, dan Waktu Ekstraksi Terhadap Hasil Ekstraksi Minyak Kopi”, yang bertujuan untuk mengetahui kondisi optimun yang dapat digunakan dalam proses ekstraksi minyak biji kopi dengan menggunakan pelarut heksana atau organik, untuk mengetahui pengaruh jumlah pelarut terhadap jumlah minyak kopi yang dihasilkan. Serta untuk mengetahui pengaruh waktu ekstraksi terhadap jumlah minyak kopi yang dihasilkan. Hasil ekstraksi dengan pelarut heksana akan memberikan hasil yang bagus. Hal ini dikarenakan pelarut heksana lebih reaktif sebagai pelarut sehingga dapat mengesktrak lebih banyak minyak kopi yang terdapat pada bubuk kopi, dapat dilihat bahwa ekstraksi dengan pelarut heksana akan memberikan hasil yang optimal.

2.        TUJUAN
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah:
·           Untuk memisahkan kandungan kafein menggunakan pelarut kloroform.
·           Untuk memisahkan kandungan kafein menggunakan pelarut benzena.
·           Untuk memisahkan kandungan kafein menggunakan pelarut dietil eter.


3.        TINJAUAN PUSTAKA
3.1.   Ekstraksi
Secara sederhana ekstraksi dapat didefinisikan sebagai proses pemindahan satu atau lebih komponen dari satu fase ke fase lainnya. Metode ekstraksi dikembangkan berdasarkan perpindahan menuju kesetimbangan, sehingga kinetika perpindahan massa tidak dapat diabaikan. Menurut Tamzil Azis, dkk. (2009: 3), dalam jurnalnya menyatakan metode ini memanfaatkan perbedaan kelarutan antara minyak dan bahan-bahan lain di dalam biji kopi terhadap pelarut. Sifat selektivitas pelarut yang digunakan menentukan tingkat kemurnian minyak kopi yang diperoleh. Oleh karena itu, pemilihan jenis pelarut memegang peranan yang sangat penting.  
Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia diantara dua fase pelarut yang tidak dapat saling bercampur dimana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagiannya lagi larut pada fase kedua (Sudjadi, 1986: 37). Ekstraksi dilakukan karena beberapa faktor seperti jika destilasi tidak dapat dilakukan atau terlalu mahal, kemudian jika diinginkan mengisolasi bahan untuk karakterisasi, atau memurnikan senyawa untuk proses selanjutnya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ektraksi, diantaranya suhu, ukuran partikel, faktor solven.
Ekstraksi pelarut atau ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan populer. Alasan utamanya adalah bahwa pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro maupun mikro. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, seperti benzena, karbon titraklorida atau kloroform. (Khopkar, 1990: 76).
Cara kerja ekstraksi dengan pelarut menguap cukup sederhana yaitu dengan cara memasukkan bahan yang diekstraksi ke dalam ekstraktor khusus. Ekstraksi berlangsung secara sistematik pada suhu tertentu dengan menggunakan pelarut. Pelarut akan berpenetrasi ke dalam bahan. Minyak hasil ekstraksi dengan pelarut mempunyai keunggulan yaitu mempunyai bau yang mirip bau alamiah. (Aziz, 2009: 2)
3.2.   Teh
Teh merupakan salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi di dunia yang dibuat dari tanaman Camellia sinensis. Teh memiliki manfaat diantaranya dalam pencegahan dan pengobatan penyakit karena bersifat antibakteri dan antioksidan. Selain manfaat teh, terdapat pula za dalam teh yang berakibat kurang baik untuk tubuh. Zat tersebut adalah kafein. Meskipun kafein aman dikonsumsi, zat tersebut dapat menimbulkan reaksi yang tidak dikehendaki jika dikonsumsi secara berlebihan seperti insomnia, gelisah, delirium, takikardia, ekstrasistole, pernapasan meningkat, tremor otot dan diuresis. Semakin lama teh direndam maka kafein dalam teh akan semakin terekstrak dan terjadi oksidasi. Untuk mendapatkan teh yang lebih pekat dilakukan dengan menambahkan daun teh, bukan dengan memperpanjang waktu penyeduhan. Ketika proses penyeduhan teh maka terjadi proses ekstraksi yaitu kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang larut dengan pelarut cair.
Berdasarkan kebiasaan masyarakat di Indonesia yang menyeduh teh dengan air panas yang berasal dari pemanas dispenser dengan suhu 70°C ataupun air yang mendidih dengan suhu 100°C maka digunakan variabel suhu ekstraksi dengan pelarut air pada suhu 70°C dan 100°C. Waktu ekstraksi yang digunakan pada suhu 70°C dan 100°C yaitu antara 0,5 menit – 4 menit karena dalam keseharian masyarakat, mereka tidak membutuhkan waktu yang lama saat menyeduh teh dalam air panas. Selain menyeduh dengan air panas, terkadang masyarakat juga merendam teh pada suhu ruang 27°C. Penyeduhan teh yang dilakukan tanpa pemanasan membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan
penyeduhan teh dengan pemanasan maka digunakan waktu ekstraksi pada suhu 27°C yaitu 0,5 jam – 16 jam (Dianita, 2015: 105).

3.3.   Kafein
Kafein merupakan suatu senyawa berbentuk kristal. Penyusun utamanya adalah senyawa turunan protein disebut dengan purin xantin. Senyawa ini pada kondisi tubuh yang normal memang memiliki beberapa khasiat antara lain merupakan obat analgetik yang mampu menurunkan rasa sakit dan mengurangi demam. Dalam teh terkandung kafein, untuk memisahkan kafein dalam teh maka diperlukan ektraksi (Arwangga, 2016: 110).
Kafein memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis, seperti menstimulasi susunan syaraf pusat, relaksasi otot polos terutama otot polos bronkus dan stimulasi otot jantung. Berdasarkan efek farmakologis tersebut, kafein ditambahkan dalam jumlah tertentu ke minuman. Efek berlebihan (over dosis) mengkonsumsi kafein dapat menyebabkan gugup, gelisah, tremor, insomnia, hipertensi, mual dan kejang. Berdasarkan FDA (Food Drug Administration) dosis kafein yang diizinkan 100-200mg/hari, sedangkan menurut SNI 01-7152-2006 batas maksimum kafein dalam makanan dan minuman adalah 150 mg/hari dan 50 mg/sajian. Kafein sebagai stimulan tingkat sedang (mild stimulant) memang seringkali diduga sebagai penyebab kecanduan. Kafein hanya dapatmenimbulkan kecanduan jika dikonsumsi dalam jumlah yang banyak dan rutin. Namun kecanduan kafein berbeda dengan kecanduan obat psikotropika, karena gejalanya akan hilang hanya dalam satu dua hari setelah konsumsi (Rialita, dkk., 2013: 123).
            Kafein memiliki rumus molekul: C8H10N4O2, struktur dari kafein (Mumin, 2006: 48) :
Kafein
4.        ALAT DAN BAHAN
  4.1     Alat
No
Nama Alat
Ukuran
Jumlah
Gambar
1
Timbangan
-
1



                 
2
Gelas ukur
100 mL
1






4
Corong pisah
250 mL
1













5
Spatula
-
1

6
Gelas kimia
500 mL
1














7
Gelas kimia
100 mL
1














8
Perangkat destilasi
-
1










4.2     Bahan
No
Nama Bahan
Ukuran
Jumlah
Gambar
1
Kulit jeruk
25 gram
-
  




2
Aquades
80 mL
-





3
Boilling Chip
-
2






5.        PROSEDUR KERJA DAN PENGAMATAN

No
Prosedur Kerja
Pengamatan
Reaksi
1

Proses destilasi kulit jeruk dimulai dengan dikupas kulit jeruk, dikeringkan kulit jeruk, dipotong/ dirajang kulit jeruk.

-
2
Dirangkai perangkat alat destilasi uap.














-
3
Kedalam labu destilasi dimasukkan 25 gram kulit jeruk yang telah dirajang.








-
4

Ekstrak kloroform yang sudah dikeringkan dengan Natrium sulfat anhidarat kemudian diuapkan sehingga diperoleh kafein kasar.

-
5
Selanjutnya kafein yang kasar dimasukkan dalam gelas kimia 50 mL dan ditambahkan 5 mL pelarut benzena dan dipanaskan dalam penangas air sampai larut. Setelah dingin ditambah pelarut dietil eter ( titik didih 60-90 0C) kemudian dibiarkan mengkristal.


























-
6.        PEMBAHASAN
Percobaan kali ini adalah memisahkan kafein dari teh dengan menggunakan beberapa pelarut, yaitu kloroform, benzena dan dietil eter. Prinsip kerja dalam percobaan kali ini dimulai dengan menimbang 15 gram bubuk teh cap mawar. Selanjutnya bubuk teh tersebut dimasukkan ke dalam gelas kimia 500 mL dan didihkan dalam 400 mL air selama 20 menit. Kemudian di saring larutan teh dan di biarkan dingin pada suhu kamar, setelah dingin larutan di pindahkan ke dalam corong pisah dan di ekstraksi dengan 20 mL pelarut kloroform sebanyak tiga kali, selanjutnya di kocok secara perlahan-lahan.
Selanjutnya hasil ekstraksi tersebut di keringkan dengan natrium sulfat anhidrat dengan cara di uapkan. Penambahan natrium sulfat ini bertujuan untuk mengikat fasa air yang ikut serta pada saat pemisahan fasa kloroform dan fasa cair. Setelah di uapkan maka di peroleh kafein kasar yang selanjutnya akan dimurnikan lagi dengan menggunakan pelarut benzena dan di panaskan dalam penagas air sehingga kafein kasar tersebut larut kembali. Kemudian di gunakan pelarut yang ketiga yaitu dietil eter dan dibiarkan dingin sehinggal menghasilkan kristal kafein murni berwarna putih.
Penggunaan pelarut kloroform dalam percobaan ini bertujuan untuk mengikat kafein dari larutan agar kafein benar-benar terpisah dari zat-zat lain dalam larutan. Kafein dapat terikat oleh kloroform karena kloroform berupa zat non polar. Pada penambahan pelarut kloroform tadi dilakukan pengocokan, ini bertujuan untuk memperbanyak peluang kontak antara kafein dengan kloroform agar semakin banyak kafein yang larut dalam kloroform serta membuat keduanya dapat tercampur sempurna, teknik itu di lakukan secara perlahan karena jika terlalu kuat akan menyebabkan terjadinya emulsi pada ekstrak. Adanya emulsi akan menyebabkan proses pemisahan yang kurang sempurn. Selama pengocokan, terkadang penutup corong pisah dibuka untuk mengeluarkan gas didalamnya. Sebelum di ekstraksi, terbentuk dua lapisan yaitu kloroform dan kafein karena perbedaan kepolaran.
Pendidihan teh dalam 400 mL air selama 20 menit bertujuan untuk memperbanyak kadar kafein dalam larutan teh. Hal ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Dianita Devi Putri dan Ita Ulfin (2015), mereka menyatakan bahwa semakin lama teh direndam maka kafein dalam teh akan semakin terekstrak dan terjadi oksidasi, suhu dan waktu ekstraksi memiliki pengaruh terhadap kadar kafein di dalam teh, kadar kafein tertinggi diperoleh ketika waktu ekstraksi terpanjang dan suhu ekstraksi tertinggi.
Penggunaan pelarut kloroform karena kafein tidak mudah larut dalam pelarut air dan hasil nya terbentuk dua lapisan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Khusnul Khotimah (2014), bahwa penggunaan kloroform sebagai pelarut karena kafein mudah larut dalam kloroform. Hal ini menjadikan dasar pengukuran kafein cara Baily-Andrew yang mana akan terjadi 2 lapisan yaitu kloroform dan kafein karena beda kepolarannya. Kemudian pembentukan kristal kafein tidak lepas dari pengaruh pelarut etir. Sebagaimana yang di jelaskan dalam peneletian yang sudah di lakukan oleh Tamzil Aziz, dkk. (2009), dalam peneletian nya tersebut dia mengekstraksi minyak biji kopi menggunakan pelarut organik, salah satunya dengan pelarut etil. Sifat selektivitas pelarut yang digunakan akan menentukan tingkat kemurnian hasil yang kita peroleh. Oleh karena itu, pemilihan jenis pelarut memegang peranan yang sangat penting.

7.        PENUTUP
7.1     Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil pada percobaan adalah :
·         Terbentuk dua lapisan ketika digunakan pelarut kloroform karena perbedaan kepolaran antara kafein dan kloroform.
·      Pemilihan pelarut sangat penting bagi ekstraksi. Pelarut benzena salah satu pelarut organik yang bersifat inert, memiliki titik didih yang rendah serta dapat melarutkan ekstrak dengan cepat dan sempurna.
·       Pelarut dietil eter juga salah satu pelarut organik, yang berfungsi untuk menentukan tingkat kemurnian hasil yang diperoleh,yaitu dalam bentuk kristal kafein.

7.2     Saran

·      Disarankan untuk mengganti beberapa pelarut organik yang hampir sama dengan kloroform, dietil eter dan benzena.

·     Disarankan untuk mengganti sampel (simplisia) yang berbeda seperti kopi, pepaya dan kulit manggis.



8.        DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, M. N. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta: Gramedia.
Arwangga, A, F., dkk. 2016. Analisis Kandungan Kafein Pada Kopi Di Desa Sesaot Narmada Menggunakan Spektrofotometri Uv-Vis, Jurnal Kimia, Vol. 10, No. 1, hal 110-114.
Aziz, Tamzil, dkk. 2009. Pengaruh Pelarut Heksana Dan Etanol, Volume Pelarut, Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Hasil Ekstraksi Minyak Kopi, Jurnal Teknik Kimia, Vol. 16, No. 1, hal. 1-8.
Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri jilid I (Terjemahan). Jakarta : UI Press.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Khotimah, Khusnul. 2014. Karakteristik Kimia Kopi Kawa Dari Berbagai Umur Helai Daun Kopi Yang Diproses Dengan Metode Berbeda, Jurnal Teknologi Penelitian, Vol. 9, No. 1, hal. 40-48.
Maramis, R, K., dkk. 2013. Analisis Kafein Dalam Kopi Bubuk Di Kota Manado Menggunakan Spektrofotometri Uv-Vis. Jurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT , Vol. 2, No. 04, hal. 122-128.
Putri, D, D., dan Ita Ulfin. 2015. Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi terhadap Kadar Kafein dalam Teh Hitam, Jurnal Sains dan Seni Its, Vol. 4, No. 2, hal. 105-108.
Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. Yogyakarta: Kanisius.
Yuliani, Sri dan Suyanti Satuhu. 2012. Panduan Lengkap Minyak Aksiri. Jakarta: Penebar Swadaya.

0 komentar: